Penulis
Intisari-online.com— Apabila kita menganggap Jakarta sebagai Ibu sendiri, kita tentu senantiasa mendaraskan doa terbaik untuknya. Semoga Ibunda selalu baik-baik saja.
Pada awal tahun ini saya terpana dan hampir tak percaya dengan hasil survei The Healthiest Cities Index 2019. Betapa tidak, Jakarta termasuk dalam peringkat kota sehat ke-25 dari 100 kota teratas dunia. Bahkan, indikator kesehatan Jakarta terpaut satu tingkat di bawah Amsterdam. Namun, lebih baik daripada Kota Brusel, Singapura, dan Melbourne.
Saya bertanya-tanya, apakah Jakarta benar-benar sesehat itu?
Semua tergantung apa yang diukur atau diperbandingkan. Indeks kesehatan tersebut ditetapkan “hanya” berdasar sederet faktor seperti jumlah taman, pusat kebugaran, spa, studio yoga, toko makanan kesehatan, dan restoran pilihan untuk kaum vegan. Faktor-faktor lain seperti disiplin warga dalam menjaga kebersihan lingkungan, tingkat stres, beban kemacetan lalu lintas tidak diabaikan.
Beberapa waktu silam, saya berbincang bersama kawan-kawan dari APIK—Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan, yang didukung USAID. Takdir Jakarta sebagai salah satu kota yang rawan petaka. Setiap tahun, kota ini menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi. Kenaikan muka air laut, banjir, sampai menyusutnya air tanah yang dibarengi amblesnya sebagain daratannya. Penyebabnya berbagai faktor: alam dan perilaku warganya.
Belakangan, kota ini semakin rawan karena ancaman dampak perubahan iklim global terhadap meningkatnya risiko kesehatan warganya. Dampaknya bisa beragam menurut usia, jenis kelamin, geografi, dan status sosial ekonomi warganya.
Kita perlu waspada tentang dampak temperatur, curah hujan, dan kelempapan yang meninggi. Tingginya indikator ini akan mendorong munculnya ragam penyakit tropis. World Health Organization merilis bahwa selama 50 tahun terakhir, ancaman demam berdarah yang dibawa oleh nyamuk telah meningkat 30 kali lipat. Saya risau lantaran kawasan paling rentan adalah Asia-Pasifik—termasuk Indonesia.
Kualitas udara Jakarta yang buruk juga menurunkan minat warganya untuk bersepeda, berjalan kaki, atau beraktivitas luar ruang lainnya. Risiko diabetes dan obesitas pun mengacam warganya.
Jakarta memerlukan panduan untuk selamat. Pada INTISARI edisi Juni ini kami merangkum siasat sehat bagi warga Ibu Kota. Warga metropolitan ini relatif berisiko mengalami gangguan kesehatan dibanding kota-kota lainnya. Namun, sejatinya semua bisa diantisipasi asalkan jeli dan peduli.
Kita berharap kota ini tumbuh semakin cerdas dan ramah bagi penghuninya. Belakangan, kita sibuk berwacana memindahkan ibu kota. Namun, kita sedikit berupaya untuk memecahkan permasalahan lingkungannya. Apakah kita rela begitu saja meninggalkan Ibunda yang sedang tidak baik-baik saja?
Baca juga:Jika Rencana Pemindahan Ibu Kota Indonesia Terjadi, Bagaimana Nasib Jakarta?