Find Us On Social Media :

Mengenal Dokter Terawan yang Dikirim Jokowi untuk Pantau Kondisi Ani Yudhoyono: Punya Metode 'Cuci Otak yang Sembuhkan Stroke dalam 29 Menit

By Ade S, Rabu, 13 Februari 2019 | 15:18 WIB

 

Intisari-Online.com - Ani Yudhoyono (Kristiani Herrawati), istri Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diketahui mengidap kanker darah dan saat ini tengah dirawat di National University Hospital Singapura.

Istana kepresidenan pun telah mengirimkan dokter dari Indonesia untuk memantau perkembangan kesehatan Ani Yudhoyono.

"Sudah (kirim), Kepala RSPAD, kemarin diskusi dengan saya, sudah berangkat kemarin," ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/2/2019), seperti dilansir dari Warta Kota.

Kepala RSPAD Gatot Soebroto saat ini adalah Mayor Jenderal TNI Dr dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) RI.

Baca Juga : Ani Yudhoyono Terkena Kanker Darah: Ini 5 Gejala Leukemia yang Sering Diabaikan, Salah Satunya Memar

Nama dokter Terawan sendiri sempat menjadi perbincangan hangat pada April 2018 saat dirinya diberhentikan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait meodet 'cuci otak' yang dikembangkannya.

Terapi "cuci otak" dengan Digital Substracion Angiography (DSA) diklaim bisa menghilangkan penyumbatan di otak yang menjadi penyebab stroke.

Namun, metode "cuci otak" yang dikenalkan Terawan menuai pro kontra karena dinilai belum melalui uji klinik dan belum terbukti secara ilmiah dapat mencegah atau mengobati stroke.

Memang seperti apa metode "cuci otak" yang dimaksud? Mari kita simak ulasan lengkapnya dalam artikel "Tune-Up" Otak Agar Tak Stroke yang ditulis oleh Mayong S. Laksono di majalah Intisari edisi Januari 2013 berikut ini.

Baca Juga : Mengenal Salah Satu Penyebab Kanker Darah, Penyakit yang di Derita Ani Yudhoyono

Penanganan stroke dengan metode intervensi neuroradiologi yang dikembangkan oleh dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad. (K) RI dan tim di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, belum sepenuhnya diakui kalangan kedokteran Tanah Air.

Tapi melihat tingginya angka keberhasilannya dalam menanggulangi stroke, bahkan pulih total selama masih dalam batas waktu kesembuhan, seorang rekan menjalaninya untuk pencegahan, sebelum stroke menyerang. Berikut ini kisahnya.

Kesempatan itu datang selewat saya menginjak usia 51 tahun. Kondisi fisik saya relatif baik. Kecuali saat bayi, saya tidak pernah dirawat di rumah sakit.

Saya tahu bahwa pening kepala yang sering menimpa (biasanya sore hari) adalah pertanda stres terhadap pekerjaan – karena selalu hilang sendiri ketika saya sampai di rumah.

Saya juga tahu bahwa itu juga disebabkan oleh tensi saya yang dua tahun belakangan cenderung meningkat 10 poin, baik angka bawah maupun angka atasnya.

Dokter belum menyarankan saya meminum obat pengontrol tekanan darah, tapi mengharuskan saya olahraga (rutin, minimal dua kali seminggu).

Itulah makanya saya memaksakan diri bulutangkis dan treadmill sekali seminggu meskipun sejak muda jarang berolahraga.

Tapi ketika rasa pening kepala semakin sering timbul, saya mulai berpikir tentang sebab lain. Jangan-jangan ada penyumbatan pembuluh darah otak. Yang mencemaskan adalah kalau ada perdarahan yang berujung pada stroke.

Baca Juga : Ani Yudhoyono Idap Kanker Darah: Wanita Ini Berhasil Sembuh Total dari Kanker Darah Berkat Kunyit

Masuk ke lorong magnetik

Dari media saya tahu informasi tentang dokter Terawan. Nama itu melambung setelah menangani derita stroke Benny Panjaitan dengan metode yang oleh orang awam disebut “cuci otak”.

Seorang petinggi partai, pejabat pemerintahan dan istrinya, juga anggota parlemen tercatat pernah menjalani prosedur itu.

Saya juga mendengar bahwa seorang mantan menteri sembuh dari stroke yang menyerangnya di pagi hari karena segera ditangani dr. Terawan. Istri seorang pejabat pemerintah daerah yang tiba-tiba ambruk karena selalu menjadi sasaran kemarahan suaminya, juga pulih.

Di luar mereka, tentu sangat banyak orang lagi. Seorang petugas di Sub-bagian Radiologi Instalasi Radionuklir yang dikepalai dr. Terawan memberi gambaran, minimal pasien lima orang perhari, dan itu berlangsung Senin hingga Jumat, 2007.

Langkah pertama setelah saya mendaftar adalah mencari jadwal Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendapat gambaran kondisi otak dan pembuluh-pembuluh darahnya. Saya mendapat jadwal dua hari kemudian.

Pemindai magnetik  itu terbilang paling canggih di Indonesia karena selain diameter lorongnya 75 cm (pemindai di RS lain hanya 60 cm), juga tidak memerlukan cairan kontras yang disuntikkan ke badan pasien untuk melihat perfusi.

Untuk pertama kalinya saya masuk ke lorong di tengah lingkaran berdaya magnetik tinggi itu – karenanya saya harus menanggalkan semua materi logam dari badan.

Baca Juga : Ani Yudhoyono Terkena Kanker Darah: Leukimia Dapat Dipicu oleh 3 Faktor Ini