Penulis
Intisari-online.com - Hujan rintik-rintik turun dan langit masih tetap cerah dengan cahaya matahari yang masih terik ketika Tribun Bali menyambangi wilayahBanjar Kelaci, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali, Jumat (12/1/2019).
Hanya ada satu tujuan saat itu yaitu bertemu dengan Ni Putu Astridayanti yang juga disebut sebagai Ratu Ular dari Tabanan yang tinggal tak jauh dari Taman Pujaan Bangsa Margarana.
Ketika sampai di depan rumah Astrid, hujan pun reda dan yang tertinggal hanya cahaya matahari yang lumayan terik.
"Maaf ya saya nguopin (menjenguk), ada yang meninggal," kata Astrid dikutip dari Tribun Bali yang telah menunggu di bale sakapat rumahnya sembari membuat kopi.
Baca Juga : Ilmuwan Berhasil Ungkap Misteri di Balik Lukisan Mona Lisa yang Matanya Selalu Mengikuti Pandangan
Sembari menikmati segelas kopi dan pie ia pun bercerita terkait perjalanannya sebagai penari ular hingga dijuluki sebagai Dewi Ular.
"Pertama-tama saya juga takut ular. Karena saya penasaran dengan sifatnya, kok pas diganggu dia pasang jurus, tidak diganggu dia jalan. Karena penasaran itu saya belajar nangkep-nangkep ular, dari ular yang nggak berbisa, ular piton. Tapi pertama saya masih takut juga. Dag dug dag dug detak jantung saya," tuturnya.
Saat itu tahun 2007, ketika dirinya masih semester empat Jurusan Bahasa Bali IHDN Denpasar.
Lama-kelamaan ia pun sangat tertarik dengan ular.
Baca Juga : 10 Manfaat Jepan alias Labu Siam yang Jarang Diketahui. Salah Satunya Bisa Tingkatkan Fungsi Otak, Lo!
Selain karena sifatnya yang menarik, ia juga tertarik dengan ular karena sifatnya yang unik dan membuatnya jadi penasaran.
Ketika ia telah memelihara ular, seorang teman pun mengatakan kenapa tidak mencoba melakukan sesuatu terhadap ular yang dipelihara tersebut.
"Karena suda tertarik, teman bilang, ngapain kamu pelihara ular tidak menghasilkan apa. Mending kamu foto-foto cari-cari tamu. Akhirnya sambil kuliah saya bawa ular karena saya kuliah sampai malam dan sesudah itu pertama saya ke Hotel Bali Garden dan Nirmala diajak foto-foto sama bule," akunya.
Selanjutnya ia pun belajar secara otodidak untuk melanjutkan kebiasaannya memelihara ular dan semakin mengenal banyak komunitas maupun individu pencinta reptil khususnya ular.
Baca Juga : Cara Mengobati Biduran Secara Alami Tanpa Obat Kimia tapi Tetap Manjur
Dari sana ia tukar pengalaman dan bahkan tak jarang mereka tukar-menukar ular.
Hingga akhirnya tahun 2008, ia pun memutuskan untuk menjadi penari ular.
"Mulai menari ular sejak tahun 2008. Karena masih nunggu ularnya besar. Udah sebesar lengan baru saya nari ular. Yang saya pakai pertama itu piton Bali dan sekarang sudah mati, pas berumur delapan tahun mati," katanya.
Ketika pertama kali melakoni profesi sebagai penari ular, dirinya dilarang oleh keluarganya.
Baca Juga : Robby Tumewu Meninggal dan Pernah Alami Stroke, Ini 7 Hal yang Dapat Dilakukan untuk Mencegah Stroke
Bahkan tak jarang cemoohan yang ia terima.
"Saya dibilang kayak orang sok. Ngapain sok jadi orang. Dan waktu itu keluarga memang belum pernah nonton saya pas pentas," katanya.
Untunglah seorang temannya dengan berbaik hati membuat sebuah video pertunjukannya.
Dari video itu keluarga mulai sadar dengan bakat yang dimilikinya.
"Ada teman bantu rekam ditunjukin ke keluarga. Keluarga bilang, ya kalau itu positif ya lanjutkan saja. Saya pun mengatakan ke mereka bahwa ini bukan sekadar show tapi ada edukasinya. Gimana pertolongan saat digigit ular, saya sampaikan. Bukan hanya liak-liuk dengan ular saja," katanya.
Baca Juga : Robby Tumewu Meninggal dan Pernah Kena Stroke: Benarkah Racun Komodo Bisa Obati Stroke?
Ia pun diajak bekerja sama oleh salah satu stasiun televisi swasta di Bali untuk membuat beberapa film yang tayang di televisi tersebut.
"Dewata TV buat film, saya ditarik ikut main. Tapi perannya selalu antagonis misal terus jadi rarung dan setiap syutung saya harus bawa ular walaupun di skenario tak ada dibilang pakai ular," katanya.
Sejak saat itu masyarakat pun mulai tahu namanya.
Berbagai julukan pun disematkan padanya mulai dari Astrid Ular, Dewi Ular, pawang ular, hingga ratu ular.
Baca Juga : 6 Tips untuk Membantu Meringankan Nyeri Varises, Salah Satunya Perhatikan Pemakaian Sepatu
"Tapi saya bukan pawang ataupun ratu ular. Saya pecinta ular. Dan ini memang jadi hobi saya sekarang," kata perempuan yang kini jadi Penyuluh Bahasa Bali ini.
Dan mulai tahun 2015, ia pun show menggunakan ular berbisa semisal king kobra.
"Pakai king kobra, bisa nyium ularnya pas show rasanya lega sekali. Tapi kalau ularnya nggak mau diem dan saya nggak bisa cium, itu bikin jengkel juga," katanya berkelakar.
Selain show dengan ular dirinya pun beberapa kali tidur dengan ular.
Ia melakukan hal ini karena rasa penasarannya yang begitu tinggi dengan kepercayaan leluhur tentang guna-guna ular.
"Kalau di Bali kata leluhur, jangan sampai bergaul ataupun tidur dengan ular, kena guna-guna nanti. Penasaran, ajak tidur ular piton dan benar saya tidak ingin bangun. Ingin tidur saja saya seperti ular. Dan saya tahu, oh ini guna-guna ular. Makanya dukun pake kulit ular yang sudah terkelupas untuk dipakai guna-guna ular," katanya.
Dan hingga kini pun ia masih sering tidur dengan ular.
Ia mulai mengajak tidur ular piton kecil yang dipeliharanya agar ularnya menjadi jinak.
Sementara itu, dalam pentas ia harus benar-benar tahu sifat ular yang akan diajak pentas.
Tak semua ular diam tidak berbahaya.
"Memang semua galak, tapi ada yang diam-diam menganyutkan. Kita bisa lihat dari sorot matanya kalau ular itu lagi ngambek, marah. Jadinya harus tahu dan kita harus kontak dengan sorot matanya," katanya. (Putu Supartika/Tribun Bali)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Kisah Dewi Ular Dari Tabanan, Pernah Tidak Ingin Bangun Usai Tidur Dengan Ular