Find Us On Social Media :

Nekat Jadi Pelakor atau Pebinor? Anda Bisa Terjerat Hukum dan Dipidana

By Intisari Online, Sabtu, 5 Januari 2019 | 11:00 WIB

Intisari-Online.com - Maraknya perselingkuhan di Indonesia ini makin membuat banyak pihak geram sekaligus khawatir.

Perselingkuan semakin marak dan bahkan beberapa menganggap perselingkuhan merupakan hal lumrah karena munculnya rasa bosan dan juga alasan lain di baliknya.

Lebih lagi, perselingkuhan ini kadang termaafkan oleh korban karena beberapa alasan.

Bila banyak bukti menyebutkan bahwa pasangan yang jadi korban perselingkuhan marah dan memutuskan berpisah, tetapi menurut penelitian, justru banyak perempuan yang memaafkan perselingkuhan pasangannya.

Baca Juga : Kisah Memilukan Nurhidayati: TKW yang Tewas karena Menolak Selingkuh dengan Majikannya

Menurut data statistik, diperkirakan bahwa hanya sekitar enam dari 10 laki-laki yang setia pada pernikahan dan hubungan rumah tangga mereka, artinya sisanya merupakan laki-laki yang tak setia dengan pernikahannya.

Akan tetapi meski begitu, hanya tiga dari 10 pernikahan dengan kasus perselingkuhan berakhir perceraian.

Artinya, tujuh dari 10 pasangan memilih mempertahankan rumah tangga dan pernikahannya.

Sehingga menurut sebuah studi, perselingkuhan bukan merupakan alasan utama mengapa pasangan ingin berpisah.

Baca Juga : Takut Pasangan Selingkuh? Ini Cara Mudah Menyadap Whatsapp Pasangan

Bahkan, menurut ahli statistilk pernikahan, Grant Thornton, ia melihat kasus perselingkuhan di Inggris sebagai suatu hal paling umum tetapi justru dijadikan motivasi mempertahankan pernikahan yang paling umum.

Walaupun banyak masalah tak bisa dideteksi, tetapi banyak pasangan yang berhasil pulih dari ketidaksetiaan yang sempat dilakukan pasangannya.

Bahkan kini, perempuan mulai menoleransi perselingkuhan dan dugaan pengkhianatan yang telah dilakukan oleh suami mereka.

Tentu Moms pernah mendengar perselingkuhan Pangeran Inggris, Pangeran Charles beberapa tahun silam.

Sudah memperistri Putri Diana, namun ternyata Charles dikabarkan selingkuh dnegan Camilla Parker dan kini keduanya menjadi pasangan suami-istri.

Publik yang awalnya muak menjadi beralih menolerir pilihan Pangeran Charles saat itu, dengan alasan yang belum terdeteksi beberapa tahun silam.

Setelah melakukan berbagai survey, diketahui bahwa perempuan lebih memiliki toleransi tinggi untuk perselingkuhan.

Mereka mampu bersikap seakan-akan masalah tersebut bukan masalah besar, meski kadang teori yang mereka percaya juga sulit untuk mereka lakukan.

Menurut buku After the Affair, salah seorang mengatakan, "Jika suamiku melakukan itu (peselingkuhan) padaku, itu akan menjadi akhir (perceraian)".

Baca Juga : Tragis, Setelah 20 Tahun, Pria Ini Baru Tahu Ketiga Anaknya adalah Buah Perselingkuhan Istrinya

Tetapi nyatanya teori tak sesederhana itu, emosi memiliki peran penting dalam pengendalian perceraian akibat perselingkuhan.

Banyak alasan yang coba dipertahankan perempuan, salah satunya karena anak-anak yang sudah mereka rawat bersama.

"Anda tidak bisa begitu saja mematikan tombol cinta untuk seseorang seolah mematikan sebuah tombol. Kebanyakan orang berjuang untuk melepaskan diri dan butuh waktu lebih lama untuk melakukan itu daripada yang mereka harapkan," tulis Julia Cole, penulis buku tersebut.

Pada akhirnya, penelitian yang dilakukan Cole membuktikan bahwa hanya ada 50 persen dari pernikahan akan bertahan.

Dan masih banyak lagi teori serta fakta mengenai hubungan perselingkuhan dengan usia pernikahan bisa bertahan.

Menurut Alison, menahan ego untuk tidak menyampaikan kekesalan dan mencari kesalahan lain merupakan kunci mempertahankan hubungan yang telah dikhianati.

Sulit dan sakit memang, namun komunikasi yang buruk justru tak akan membuat seseorang kehilangan pasangan tetapi juga masa depannya.

Karena bukan tidak mungkin, perempuan emosional lebih rentan mengalami depresi dalam dirinya.

Pihak yang tersakiti juga harus belajar untuk memperbaiki suasana, dan berusaha tidak membuat keruh dan mengingat kembali kejadian buruk yang sudah terjadi.

Bahkan, perempuan yang mengambil keputusan emosional dan memutuskan pernikahannya akan cenderung mengurangi kepercayaan dirinya sendiri.

Seperti pendapat Psikolog Dorothy Dowe, perempuan yang melakukan hal serupa dianggap menertawakan kesedihannya sendiri.

"Cukup banyak permepuan memutuskan bahwa mereka tidak bisa hidup dengan ketidaksetiaan kemudian lari dari masalah untuk mendapat keuntungan lain. Tapi cara tersebut membuat orang lain tak lagi menaruh kepercayaan padanya. Ia dianggap tidak bisa kembali ke situasi dan menghadapi masalah karena tidak mau melihat permasalahan dan cenderung lari dari masalah. Meski banyak permepuan yang tidak bergantung pada laki-laki memilih pria karena beranggapan mampu hidup sendiri dengan harta yang ia miliki," ujar Rowe.

Baca Juga : Pria Ini Baru Tahu Tiga Anaknya Hasil Perselingkuhan Istrinya Setelah Lebih dari 20 Tahun Berkeluarga