Penulis
Intisari-online.com - Pada Sabtu malam, (22/12/2018) Maskah terbangun dari tidurnya ketika perahu kayu di luar rumahnya pecah dihantam tsunami.
Maskah, adalah salah satu warga dari desa Sukaraja di Lampung Selatan yang menjadi korban tsunami pada Sabtu (22/12/2018).
Melansir dari Al Jazeera, (27/12/2018), beruntung Maskah selamat dan bergegas melarikan diri ke tempat yang lebih aman ke pegunungan.
"Saya tahu itu adalah tsunami, jadi saya berlari ke jalan di sebelah rumah saya dan melarikan diri ke pegunungan," kataMaskah,mengatakan kepada Al Jazeera.
Baca Juga : 10 Manfaat Jepan alias Labu Siam yang Jarang Diketahui. Salah Satunya Bisa Tingkatkan Fungsi Otak, Lo!
"Aku tidak membawa apa-apa, hanya pakaian yang kupakai," tambahnya.
Penududuk lain juga mengikuti Maskah, banyak pula yang membawa anak kecil, mereka berjalan bersama lebih dari satu Kilometer menyusuri jalan berlumpur.
Mereka menuju Gunung Rajabasa menuju tanah terbuka yang oleh orang sekitar disebut dengan Kebun Damos.
Beberapa keluarga menghabiskan malam meringkuk bersama di bawah pohon dan tidur di atas daun pisang.
Baca Juga : Cara Mengobati Biduran Secara Alami Tanpa Obat Kimia tapi Tetap Manjur
Pada waktu itu, tsunami dasyat melanda Provinsi Banten dan Lampung dan menewasakan sedikitnya 430 orang.
Tsunami tersebut diperkirakan berasal dari letusan Anak Gunung Krakatau di Selat Sunda yang secara luas dianggap menimbulkan gelombang pasang.
Kini, sekitar 16.000 orang mengungsi, termasuk Maskah bersama dengan penduduk dari desa Sukaraja, yang tinggal di garis pantai.
Sebagian besar mereka takut pulang karena khawatir gelombang susulan akan datang dan menghantam desa mereka lagi.
Baca Juga : Jika Kaki Terasa Seperti Terbakar, Waspadai Kemungkinan Adanya 4 Penyakit Berikut!
Oleh karena itu, Maskah bersama dengan penduduk lainnya kembali ke rumah untuk mengambil pakaian mereka dan kembali ke lereng gunung.
Mereka takut Anak Krakatu kembali meletus dan terlalu trauma untuk kembali ke rumah.
Hingga lima keluarga, tingga di tenda-tenda darurat yang dibangun oleh penduduk desa Sukaraja, dengan menggunakan terpal dan kelambu.
"Mereka takut Anak Krakatau akan meletus lagi, dan terlalu trauma untuk pulang" kata Ruminah seorang warga lain dari desa Sukaraja.
Baca Juga : Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Siaga, Tsunami Susulan Bisa Terjadi, Warga Diminta Jauhi Pantai
Namun, keterbatasan pasokan makan telah membuat mereka hidup mereka dalam kondisi serba kekurangan.
Sementara itu, keluarga yang kehilangan tempat tinggal mencoba untuk melengkapi makanan mereka dengan makanan dari hutan.
Termasuk, pisang yang belum matang mereka rebus supaya bisa dimakan.
Otoritas setelmpat juga telah mengirimkan bantuan medis dan berusaha mengatasi permasalahan yang ada.
Namun, sayang akses untuk mencapai kamp pengungsian tersebut cukup sulit dijangkau.
Maskan dan Ruminah sendiri memutuskan untuk tinggal di sana untuk sementara waktu, sampai ancaman meletusnya Anak Krakatau yang memicu tsunami tidak ada.
"Petir di sekitar gunung berapi semakin buruk," kata Maskah.
"Di sini dingin dan berangin, tapi kami tidak ingin pulang. Kami takut laut," Maskah menambahkan.