Find Us On Social Media :

Tua Di Jalan? Tidak Lageeee

By Agus Surono, Rabu, 8 Desember 2010 | 18:33 WIB

Banyak jalan menuju Roma, banyak cara mengatasi kemacetan. Di Jakarta, Pemda DKI meluncurkan sistem transportasi massal yang fenomenal, namun (cenderung) gagal. Mulai bussway, waterway, sampai monorail. Nah, bagaimana dengan khayalan seorang anak kecil ini? Memimpikan mobil robot sehingga tidak perlu sopir. Apa hubungannya dengan mengatasi kemacetan?

Sepintas memang tidak berhubungan antara mobil robot dan kemacetan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kemacetan di Jakarta bukan disebabkan oleh banyaknya kendaraan atau panjang jalan yang kurang, tetapi pengemudi yang tidak tahu aturan. Nah, jika pengemudi tahu aturan tentu kemacetan tidak menggila seperti saat ini. Siapa pengemudi yang tahu aturan? Ada banyak sebenarnya, tapi tidak ada yang bisa mengalahkan robot soal ketaatan pada aturan. Asal program yang diberikan benar saja.

Kecelakaan di jalan raya memang bikin kita miris. Di Amerika Serikat, misalnya, setahun 42.000 nyawa melayang akibat kecelakaan mobil. "Dan sekitar sejuta orang di seluruh dunia," kata Sebastian Trun, profesor sains komputer di Stanford. Menurut dia, mobil yang ada sekarang tidaklah aman. Lagian, mobil-mobil yang berseliwean di jalan raya saat ini tidak efisien, menyebabkan kemacetan, dan memerlukan orang yang harus konsisten fokus melihat jalanan selama berkendara.

Oleh sebab itu, ide merancang mobil yang bisa melaju sendiri dapat dibayangkan akan membuat jalanan lebih ramah dan memberikan waktu yang hilang bagi penumpang. "Hal ini akan mengubah pranata sosial," dia menambahkan.

Di Amerika Serikat, sejak tahun 2004 Defense Advance Research Projects Agency (DARPA) menjadi sponsor lomba berkendara mobil robot. Pemenang pertama berhak uang sebesar Rp 180 miliar (kurs 1AS$ = Rp 9.000,-), pemenang kedua separonya, dan pemenang ketiga seperempatnya. Tujuan dari lomba ini adalah menciptakan "robot" yang dapat mengendarai mobil dengan aman melaju di jalanan kota yang penuh dengan rintangan dan alangan, termasuk membaca lampu lalu lintas. Robot dalam tanda kutip sebab tidak ada bentuk fisik seperti robot yang kita lihat di film. Lebih tepat disebut sebagai mobil yang dikendalikan oleh komputer. Memutuskan dalam 300 milidetik

Sosok mobil yang ikut lomba memang masih jauh dari ideal. Mobilnya sih mobil kebanyakan yang beredar di jalanan. Tim Stanford University misalnya, mendandani mobil Volkswagen Passat untuk mengikuti lomba tadi. Mobil yang diberi nama Junior ini penuh dengan peralatan sensor dan komputasi.

Dua tahun lalu (2005), tim Stanford dengan mobil robot yang diberi nama Stanley memenangkan DARPA'S Grand Challenge, lomba mobil nirsopir di padang pasir. Mobil itu dipasangi sistem GPS dan laser, kamera, dan peranti pembantu lain yang dapat membantu mobil tadi melaju melewati rintangan. Untuk tahun 2007 ini, tim Stanford menurunkan Junior, penerus Stanley, namun dengan beberapa perbaikan.

Junior menggunakan laser berjenis sama dengan Stanley, hanya "jarak pandangnya" saja lebih jauh. Mobil ini memiliki delapan sistem LIDAR yang memancarkan sinar dan menangkap pantulannya untuk menentukan jarak sebuah objek. Satu sistem dilekatkan di atap bagian depan Junior dan memiliki jangkauan sekitar 100 m. Sistem LIDAR lain dipasang di kolong yang melihat jalanan dan garis marka jalan. Sistem ketiga secara terus menerus mengambil gambar di sekeliling mobil. Semua data itu diproses oleh dua "mesin" berkekuatan prosesor Intel quad-core yang berlari pada kecepatan 2,3 gigahertz. Semua informasi yang berhubungan dengan navigasi ini kemdian disambungkan ke sistem mengemudi yang akan memandu mobil.

Junior juga dilengkapi dengan sistem penentu lokasi yang akurat meliputi GPS dan sensor lain yang mengukur perputaran roda dan arah mobil bergerak. Secara bahu membahu, sensor-sensor itu memandu Junior mengenali posisinya. Dibandingkan dengan Stanley, Junior lebih pintar sehingga bisa mengenali persimpangan dan kemacetan. Kemampuan ini akibat dari "mesinnya" yang bisa menghitung 500 kemungkinan yang berbeda. Hebatnya lagi, hasilnya sudah bisa diketahui dalam jangka waktu 300 milidetik. Cukup untuk melakukan respon seperti mengurangi kecepatan secara mendadak atau bermanuver menghindari senggolan.

Adanya perangkat tadi memang membuat Junior piawai melakukan berbagai manuver. Berhenti dari kecepatan sekitar 32 km/jam, tidak melanggar marka garis lurus, berhenti di rambu khusus berhenti, berputar melalui U-turn, dan menghindari alangan merupakan sebagian kepintaran Junior. Mirip kota sebenarnya

Menggantikan sopir dengan komputer untuk menjalankan mobil pada kondisi sebenarnya memang tidak sesederhana melajukannya pada jalan lurus. "Kalau untuk jalan lurus tinggal masukkan saja koordinat dan dibantu sistem GPS. Namun persoalan utama 'kan bagaimana mengenali lingkungan sekitar, daerah mana saja yang bisa dilalui dan mana yang tidak," kata Thrun.

Pada hari perlombaan, masing-masing peserta diberi misi berganda - semisal berpindah dari titik A ke B, kemudian berhenti di titik C. Waktu lomba enam jam dan hasil tidak ditentukan semata siapa yang cepat mencapai garis finish. Perilaku "pengemudi" juga dinilai. Persoalan yang harus dipecahkan meliputi dua hal: persepsi dan pengambilan keputusan.

Salah satu hal yang menarik dari mobil rakitan Stanford University, selain digunakannya beberapa sensor laser untuk menentukan jarak terhadap kendaraan lain di jalan raya adalah kamera yang mampu melihat sekitar dalam sekejap. Kamera yang diberi nama Ladybug2 ini terdiri atas 6 kamera charge-coupled device (CCD) yang dikemas dalam wadah mungil dan memungkinkan untuk "melihat" 75% pemandangan di sekeliling. Kamera ini disambungkan ke komputer menggunakan antarmuka IEEE-1394b yang memungkinkan memindahkan data ke komputer pada kecepatan 30 frame per detik.