Mau Marah? Silakan ...

Agus Surono

Penulis

Jangan menganggap bahwa orang yang tidak pernah marah itu memiliki kepribadian yang matang. Justru perlu dipertanyakan kepribadiannya. Soalnya, sejak bayi manusia sudah dikaruniai kemampuan untuk…

Jangan menganggap bahwa orang yang tidak pernah marah itu memiliki kepribadian yang matang. Justru perlu dipertanyakan kepribadiannya. Soalnya, sejak bayi manusia sudah dikaruniai kemampuan untuk menunjukkan perasaan marah (anger), senang, cinta, atau sayang (love), dan takut (fear). Namun, tentu tidak asal marah. Harus tepat marahnya.

Pada umumnya, marah timbul akibat pengharapan yang tak terpenuhi. Ingin sesuatu terjadi tapi ternyata tidak terjadi sehingga menimbulkan perasaan negatif. Pada beberapa orang, perasaan negatif ini diungkapkan secara terbuka sehingga awam menyebutnya sebagai pribadi pemarah. Sedangkan yang tidak kentara mengekspresikan kemarahannya disebut tidak pernah marah atau tidak bisa marah.

Ada yang bilang perasaan marah harus disimpan. Padahal, secara psikologis marah itu perlu. Marah merupakan ekspresi emosi atau ungkapan perasaan seperti halnya tersenyum, tertawa, dan menyatakan cinta. Maka marah itu wajar, bahkan sehat.

Masalahnya, orang pada umumnya menilai bahwa marah dan juga kemarahan adalah negatif. Orang yang tak pernah marah malah dipuji dan dianggap matang. Padahal, kemarahan itu perlu diekspresikan. Sama halnya dengan cinta, senang, sayang. Semua harus diekspresikan sehingga orang lain tahu bagaimana perasaan kita.

Menyembunyikan kemarahan bukanlah cara yang bijak dan juga bukan ukuran kematangan seseorang. Selain itu, menyembunyikan kemarahan berarti kita memendam atau menyimpan perasaan negatif. Dampaknya bisa merembet ke masalah kesehatan fisik seperti eksim, gatal, biduran, maag, dan sebagainya.

Jadi, marah itu penting bagi diri sendiri karena membantuk meredakan tekanan-tekanan perasaan atau ketegangan yang timbul karena perasaan negatif. Sebaliknya, bagi orang lain kemarahan bisa berfungsi sebagai umpan balik yang bisa membantu orang tersebut mengubah atau memperbaiki tingkah lakunya.

Yang jadi masalah, tak semua orang bisa marah dalam batas yang wajar dan sehat. Psikolog Dr. Dewi Matindas dalam bukunya Menjadi Pria yang Diidamkan menjelaskan bahwa marah yang efektif jika tidak sampai menyakitkan hati kita sendiri maupun orang lain. Sebaliknyalah marah dapat melegakan dan memberi manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Beberapa rambu marah harus ditaati agar efektif. Misalnya kita tidak boleh memarahi seseorang di depan orang lain karena hal ini bisa dinilai sebagai menghina. Kemarahan tidak dimaksudkan untuk menyerang pribadinya, melainkan untuk menunjukkan perilakunya yang salah. Bahasa marah harus disusun menggunakan kata-kata yang bisa diterima.

Mau marah? Silakan ....