Penulis
Intisari-Online.com - Bahan bakunya "sampah". Ya, bahan-bahan yang terbuang itu disulap Dewi menjadi kartu undangan yang laku dijual dengan harga rata-rata Rp 10.000,-. Selain kartu undangan, bahan-bahan itu disulapnya menjadi berbagai macam pernak-pernik pernikahan. Dewi juga membuat bermacam souvenir yang dijadikan oleh-oleh khas Jawa Timur, khususnya Malang.Dari delapan gerai yang ada, setiap bulan Dewi bisa memperoleh penghasilan rata-rata Rp 50 juta. Lima gerai merupakan mitra usaha, yang tersebar di Papua, Palu, Bontang, Makasar, dan Bekasi. Sedangkan tiga gerai lainnya milik sendiri.Apa yang diperoleh Dewi tidak didapatnya dalam sekejap. Ayah Dewi meninggal saat ia masih kecil. Ibunya menjadi TKW di luar negeri dan pernah lari ke hutan karena akan dihukum cambuk. Ia kemudian terinspirasi oleh tetangganya yang hidupnya lebih miskin di kampungnya di Malang. "Dia mengontrak di dekat rumah. Saking miskinnya, tidurnya hanya beralaskan tikar dan makannya nasi bubur setiap hari. Padahal ia (maaf) Cina keturunan. Pekerjaan sehari-hari membuat permen yang dibungkus kecil-kecil, yang dilakoninya dengan ketekunan. Sewaktu SMP, ia sudah mampu membeli rumah sendiri yang besar. Pas saya SMA, ia sudah mempunyai pabrik sendiri." Dari situ Dewi lalu meniatkan dalam hati untuk berwirausaha.Langkahnya dimulai saat duduk di bangku SMA. Ia membantu usaha temannya dengan menjahit pakaian. Saat kuliah ia memulai usaha sendiri. Saat itu ia diberi uang Rp 50.000,- oleh pamannya untuk membeli baju lebaran. Bukannya dibelikan baju, uang itu dijadikan modal untuk membuat kerajinan dari daun-daun dan bunga kering yang banyak terdapat di kampusnya. Ternyata teman-temannya banyak yang suka dan mendorong Dewi untuk serius mengembangkan usaha itu.Tahun 2003 ia memfokuskan usahanya kepada pembuatan undangan dan asesoris pernikahan. Produknya mendapat sambutan luas di pasar. Sukses di Malang ia mulai merambah daerah lain. Suatu ketika ia berkenalan dengan seorang eksportir. Produk Dewi pun ikut melanglang buana. Sayang, sang teman tadi bangkrut sehingga pasar ekspornya pun terhenti.Tahun 2009 ia mulai "memitrakan usahanya".Untuk mendapatkan bahan baku sampah seperti botol, pecahan kaca, mika, sampai kain perca, Dewi bekerja sama dengan bank sampah yang ada di Malang. Sebelum kerja sama itu Dewi harus berburu di pasar loak di Malang. Yang lebih menarik lagi, barang-barang produksinya dibuat oleh ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumah Dewi. Para ibu ini mengambil bahan baku di rumah Dewi dan mengerjakan di rumah masing-masing di sela-sela pekerjaan rutin seperti mengurus anak dan suami.Semoga kreativitas Dewi ini memberi inspirasi para pembaca semua. Selain bisa mandiri, Dewi secara tak langsung membantu keuangan para ibu-ibu di sekitarnya sebab rata-rata setiap bulan para ibu ini bisa memperoleh penghasilan tambahan antara Rp 1 juta - Rp 1,6 juta.Ayo, mana ide kalian?