Penulis
Intisari-Online.com - Upaya Napoleon Bonaparte untuk menguasai Rusia dengan mengerahkan pasukan Grande Armee berkekuatan lebih 500.000 orang, otomatis menimbulkan pertempuran brutal yang memakan korban ratusan ribu prajurit.
Korban terbesar pasukan Napoleon saat menggempur Rusia terjadi di kawasan Borodino (Battle of Borodino) setelah berlangsung peperangan yang dikenal sebagai “paling brutal dan mematikan”.
Pasukan tempur yang dikerahkan Napoleon untuk menyerbu Borodino berjumlah total 130.000 orang.
Terdiri dari 84.500 pasukan infanteri yang terbagi ke dalam 203 batalyon, 21.500 personel pasukan kavaleri berkuda, 16.000 penembak dan teknisi untuk melayani 550 pucuk meriam.
(Baca juga: 8 Foto Ini Diambil Tepat Sebelum Terjadi Tragedi Mengerikan. Nomor 8 Paling Tragis!)
Sedangkan pasukan Rusia di bawah komando Jenderal De Tolly dan Panglima Lapangan Jenderal Kutuzov yang bersiap mempertahankan Borodino terdiri dari 115.000 pasukan dan didukung 650 pucuk meriam.
Medan tempur Borodino merupakan hamparan alam yang indah dan terbentang jalan raya tanah dari arah Smolensk.
Terdapat pula Sungai Kolocha yang memiliki jembatan menuju desa Valuievo tempat Napoleon dan para stafnya mendirikan kemah serta pos komando.
Tapi hari itu pemandangan indah yang membentang di Borodino berubah menjadi kepulan asap dari rastusan meriam yang ditembakkan dan pekik perang dari pasukan Perancis serta Rusia yang sedang bertarung.
Ribuan prajurit infanteri dan ringkik kuda dari pasukan kavaleri yang bertempur bergema bersahut-sahutan sekaligus menandakan puluhan ribu nyawa yang sedang dipertaruhkan.
Sebagai panglima perang, Napoleon terus memantau perkembangan pertempuran di atas kudanya.
Puluhan ribu pasukan Perancis langsung terbakar semangatnya melihat kehadiran langsung Kaisar Napoleon di medan laga.
Berdasar laporan dari para stafnya Napoleon mengatur strategi khusus untuk mengempur pasukan Rusia.
(Baca juga: Bukannya Bikin Ngeri, 'Mayat' dalam Selokan Hitam Penuh Sampah Ini Malah Bikin Orang Tertawa)
Ia memerintahkan 16 meriam yang dimiliki Korps Ketiga dan Korps Kedelapan ditempatkan pada posisi melambung dan sekitar 40 meriam lainnya berada pada posisi siap menyerang musuh dari arah depan.
Strategi yang diterapkan Napoleon menunjukkan bahwa gempuran artileri tetap menjadi ujung tombak, disusul serbuan infanteri dan pasukan kavaleri berkuda.
Berbeda dibandingkan Napoleon sewaktu memimpin perang, Jenderal Kutuzov tidak langsung memimpin pertempuran tapi memantau seluruh pergerakkan pasukannya dari dalam kemahnya.
Ia cukup menerima laporan dari para perwira staf. Cara kerja Kutuzov itu banyak dikritik oleh panglima perang Rusia lainnya karena akan menimbulkan banyak korban.
Tapi Kutuzov rupanya tak peduli terhadap malapetaka yang sedang dialami oleh pasukannya.
Pertempuran di Borodino yang berlangsung pada 7 September 1812 memang banyak memakan korban.
Bahkan merupakan pertempuran paling berdarah bagi pasukan Perancis selama melancarkan invasi ke Rusia.
Pertempuran sengit Borodino melibatkan lebih dari 250.000 prajurit dan korban tewas dari kedua belah pihak mencapai 70.000 orang.
Jumlah korban tewas pasukan Perancis sebanyak 35.000 orang bahkan mencapai ssepertiga dari seluruh kekuatan yang dikerahkan.
Pasukan Rusia meskipun mengalami korban jiwa yang cukup besar masih memiliki keunggulan karena bisa membentuk pasukan baru dengan memanfaatkan jumlah penduduknya yang juga besar.
Dari sisi strategi militer, pasukan Perancis memang bisa menguasai sebagian wilayah Borodino.
Tapi tidak berhasil menghancurkan kekuatan militer Rusia sehingga masih memiliki potensi untuk membangun kekuatan serta melancarkan perlawanan.
Namun demikian pasukan Rusia akhirnya memilih mundur dari Borodino dan membiarkan pasukan Napoelon yang sedang dalam kondisi kelelahan perang melanjutkan serbuan ke Moskow.
Tapi secara diam-diam pasukan Rusia berhasil menggalang kekuatan untuk menghadapi pasukan Napoleon hingga jumlah kekuatannya mencapai lebih dari 100.000 orang.
Sisa-sisa pasukan Napoelon yang berjumlah sekitar 125.000 orang dan sedang penuh semangat karena merasa menang perang kini mulai bergerak menuju Moskow.
Kota yang nantinya justru akan menjadi sumber melapetaka pertempuran bagi pasukan Perancis.
Napoleon yang sedang dilanda eforia kemenangan sebenarnya merasa heran karena pasukan yang berada di Moskow tidak mengirimkan utusan sebagai tanda menyerahkan diri.
Bagi Napoleon pasukan Rusia yang memilih mundur dari Borodino tidak mungkin membangun lagi kekuatan tempur dan memberikan perlawanan.
Napoleon sebenarnya berharap Tsar Alexander menyatakan menyerah dan memberi ganti rugi biaya perang.
Tapi para panglima perang Rusia rupanya tidak mau menyerah dan memilih melawan menggunakan taktik bumi hangus.
Moskow akan dikosongkan dari semua penduduk kota dan bangunan yang ada dibakar habis sehinga tidak bisa dimanfaatkan sama sekali oleh pasukan Napoelon.
Jika musim dingin tiba puluhan ribu pasukan Perancis yang kekurangan pangan dan tidak menemukan tempat tinggal pasti akan menemui “ neraka” musim dingin.
Pasukan Napoleon mulai memasuki Moskow pada 14 September bertepatan dengan datangnya musim dingin dan hujan lebat yang menimbulkan timbunan lumpur di mana-mana.
Serangan dari para kriminal Rusia yang dibebaskan ternyata cukup mengganggu pasukan Napoleon yang dilanda kedinginan hebat dan kurang makan.
Begitu hebatnya musim dingin yang sedang melanda dan tidak ada tanda-tanda lagi untuk memenangkan pertempuran,
Napoleon akhirnya memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dan menuju kawasan Kaluga untuk mencari tempat berteduh dan bahan makanan.
Menyadari bahwa jumlah pasukannya tak mungkin ditambah dan didera oleh cuaca musim dingin hebat, Napoelon kemudian memutuskan menarik pasukannya ke arah barat.
Dari lebih 500.000 ribu pasukan Grande Armee yang dikerahkan untuk menyerbu kini tinggal 27.000 personel yang dengan susah payah bergerak mundur menuju posisi yang dianggap aman.
Napoleon sendiri kemudian meninggalkan pasukannya untuk secepatnya menuju Paris untuk mengamankan posisinya sebagai kaisar setelah muncul upaya kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Claude de Malet.
Pasukan yang ditinggalkan Napoleon dipimpin Jenderal Joachim Murat tapi belakangan, Murat memilih desersi demi mengamankan tahtanya di Naples.
Pasukan Grande Armee yang kini dipimpin Jenderal Eugene de Beauharnais terus bergerak kea rah barat dan makin jauh dari kawasan Rusia.
Ketika secara resmi kampanye militer Napoleon di Rusia berakhir pada 14 Desember 1812, pasukan Grande Armee yang tersisa tinggal 22.000 personel.
(Baca juga: Misteri Tas yang Muat Banyak Potongan Tangan Manusia, Muncul 3 Dugaan Mengerikan)