Penulis
Intisari-Online.com - Pemerintah sepertinya masih akan terus memperluas kebijakan pelaporan data keuangan nasabah untuk kepentingan perpajakan.
Terkini, perluasan kewajiban itu tak hanya berlaku ke instansi atau lembaga keuangan, namun wajib pajak perorangan.
Bahkan, harta warisan kini juga menjadi sasaran.
Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.03/2018 tentang perubahan kedua atas PMK Nomor 70/PMK.03/2017, aturan ini membeberkan petunjuk teknis akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
(Baca juga: Setelah Berjam-jam Bedah Tengkorak, Dokter Ini Baru Sadar Telah Operasi Pasien yang Salah)
Aturan yang berlaku sejak diundangkan yakni 19 Februari 2018 itu, mengubah sejumlah ketentuan.
Salah satunya di Pasal 7 ayat 3. Jika aturan sebelumnya, pasal ini hanya mencantumkan kewajiban pelaporan data nasabah dari wajib pajak perorangan.
Dalam aturan baru, data warisan milik wajib pajak pribadi juga harus dilaporkan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Bahkan, hal itu berlaku bagi warisan yang belum terbagi, jika pemilik harta sudah meninggal.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh), warisan yang belum terbagi merupakan subjek pajak pribadi.
"UU Nomor 9 Tahun 2017 mengamanatkan lembaga keuangan juga wajib melaporkan aset keuangan (saldo rekening) atas wajib pajak orang perorangan warisan yang belum terbagi," jelas Hestu, Senin (26/2).
Menurutnya, selama ini warisan yang belum terbagi juga tetap dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
Dalam pelaksanaannya, salah satu ahli waris bertindak mengurusi harta tersebut, termasuk pajaknya.
(Baca juga: Dari Bertukar Istri Hingga Membunuh Anak, Inilah 10 Hal Mengerikan Dalam Kehidupan Seksual Orang Eskimo)
"Ditjen Pajak tak mungkin berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal terkait kewajiban perpajakan yang mungkin timbul dari harta-harta yang ditinggalkannya," jelas Hestu.
Meski begitu, Hestu belum memaparkan potensi keuntungan pajak atas kebijakan ini.
Yang pasti, Ditjen Pajak berharap, pelaporan data nasabah akan menjadi modal utama untuk menggenjot penerimaan pajak, setelah pada tahun lalu mengandalkan program tax amnesty.
Kepala Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan, revisi PMK ini juga mencakup standar ketersediaan informasi atas beneficial ownership.
Standar ini menjadi cara melawan praktik peyembunyikan identitas pengendali rekening keuangan.
PMK ini juga menjadi upaya memenuhi persyaratan pelaksanaan AEOI, sesuai format Common Reporting Standard (CRS) untuk pertukaran informasi antarnegara. (Ghina Ghaliya Quddus)
(Baca juga: Aneh, Uang Tabungan Milik Sejumlah Nasabah BRI Berkurang Secara Misterius)
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul “Ditjen Pajak membidik data harta warisan”