Penulis
Intisari-Online.com -Pada 2008, Zhong Xiaowei didiagnonis menderita HIV.
Percaya bahwa hidupnya tidak lama lagi, ia sudah menyiapkan semuanya untuk mati.
Dan setelah tujuh tahun menunggu kematian itu, sebuah tes lain akhirnya membuktikan bahwa diagnosis HIV yang selama ini ia percayai benar adanya, ternyata salah.
Ini tidak pernah terinveksi virus tersebut.
Zhong lahir pada 1963 dan merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Saat usianya baru tujuh tahun, ayahnya meninggal karena kanker paru-paru, dan meninggalkan ibunya dengan uang kurang dari 28 yuan per bulan yang ia dapatkan di sebuah perusahaan bus di Chengdu.
Untuk membantu memastikan ada makanan di meja, Zhong terpaksa berhenti sekolah dan mulai bekerja.
Selama beberapa dekade berikutnya, Zhong bekera serabutan, bertengkar, dan punya masalah dengan polisi.
Kepada The Paper ia bilang, pada 1996 ia merasa bosan dan mulai menggunakan heroin.
Satu dekade kemudian, ia memutuskan berhenti. Ia membuang jauh-jauh kebiasaan buruknya itu, membuka sebuah restoran, dan berencana untuk menikahi pacarnya—yang juga mantan pecandu—pada musim semi 2009.
Sebelum menikah, keduanya sepakat untuk menjalani tes kesehatan.
(Baca juga:10 Kalimat Inspiratif Gus Mus Ini Dijamin akan Membuat Jiwa Anda Bergetar)
Setelah melakukannya, sekitar Desember 2008 Zhong diberitahu oleh CDC Chengdu bahwa sampel darahnya positif terinveksi HIV. Hasil itu juga dikonfirmasi oleh CDC Sichuan.
Zhong menerima kabar itu tanpa pertanyaan apa pun. Ia percaya bahwa ini adalah hasil dari bertahun-tahun menyuntikkan heroin ke dalam pembuluh darahnya.
Setelah itu, pacarnya meninggalkannya dan anggota keluarganya menghentikan semua komunikasi dengannya—tapi ia tetap tenang.
“Perlakuan kerabat saya itu tidak mempengaruhi saya, saya hanya akan menunggu untuk mati,” ujarnya, seperti dilansir dari Boredpanda.com.
Sejak itu, ia lebih banyak menghabiskan hidupnya di apartemennya yang lusuh. Ia menolak minum obat jenis apa pun, dengan harapan bisa mempercepat kematiannya.
Meski sudah siap menyambutnya, Zhong tidak bisa memungkiri bahwa sebenarnya ia takut mati sehingga ia tidak pernah berani tidur di tempat tidurnya sendiri.
Selama tujuh tahun penungguan itu, ia hanya tidur di atas sofa apartemennya.
Ia sempat berpikir untuk bunuh diri, tapi dengan begitu ia tidak bisa membantu ibunya.
Selama tahun-tahun itu, ia hidup dengan tunjangan kesejahteraan pemerintah yang sangat kecil.
Untuk mendapatkan uang saku itu, setiap tahun ia harus melaporkan jumlah CD4-nya, sebuah tes untuk mengukur kadar sel T dalam darahnya.
Sel T adalah sejenis sel darah putih yang bertugas menghancurkan bakteri, virus, dan dan kuman jahat lainnya.
Sel tersebut adalah sasaran utama virus HIV. Seiring dengan semakin besarnya infeksi, jumlah sel T semakin menurun.
Kira-kira waktu itu tahun 2015 ia berkunjung ke CDC Jinniu untuk cek tahunan.
Saat duduk di ruang tunggu, ia membaca beberapa materi tentang HIV dan menemukan bahwa ia tidak menunjukkan gejala yang biasa muncul pada pengidap HIV.
(Baca juga:Sering Ditolak, Sebenarnya Seperti Apakah Cara Pemulasaran Jenazah Pengidap HIV/AIDS?)
Bingung dengan apa yang ia baca, ia pergi ke Rumah Sakit Huaxi di Universitas Sichuan persis di Hari Natal untuk memeriksa darah lagi.
Hasilnya, negatif HIV. Bulan berikutnya, CDI Jinniu mengonfirmasi hasilnya, dan Zhong sejatinya bebas dari HIV sejak dulu kala.
Sama bingungnya, pejabat CDC juga menguji ulang sampel darah Zhong dari tahun 2008 dan menemukan darah itu positif HIV.
Dari situ muncul kesimpulan, satu-satunya penjelasan paling rasional adalah bahwa sampel darah itu bukan milik Zhong.
Tak hanya itu, Zhong lalu menuduh CDC yang mengambil darahnya menyampurnya dengan sampel darah yang lain dan itu telah menghancurkan hidupnya.
Awal bulan ini, kepada The Paper, Zhong bilang ia berencana menuntut CDC Chengdu dan CDC Sichuan untuk meminta maaf juga memberinya kompensasi atas diagnosis yang diberikan kepadanya itu.
(Baca juga:Mengenal 'Si Emen' yang Menjadi Nama Tanjakan Maut di Subang dan Belum Lama Ini Menewaskan 27 Orang)