Penulis
Intisari-Online.com – Menurut data WHO tahun 2011, diare merupakan penyebab kematian terbanyak pada kelompok anak usia 1 – 4 tahun.
Sebenarnya diare dan muntah adalah mekanisme tubuh untuk membuang kuman, virus, dan racun yang masuk ke usus kita.
Usus diibaratkan suatu saluran pembuangan kotoran. Bila saluran ini tersumbat, kotoran akan balik dan menumpuk, penyakit pun akan berlangsung lebih lama.
“Namun, sebagian masyarakat masih meyakini bahwa pengobatan diare tidak akan mantap bila tidak disertai antibiotik,” jelas dr. Yvonne Katharina, dokter umum di Kampung Sawah, Bekasi.
Secara umum, penatalaksanaan diare akut bukan dengan pemberian antibiotik atau obat lainnya.
Penatalaksanaan lebih ditujukan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi, serta mengobati penyakit penyerta.
Diare bisa terjadi karena asam lambung yang berlebihan. Penderita mengalami rasa nyeri pada ulu hati, kembung, mual, rasa panas dari ulu hati ke atas (tenggorokan), terkadang rasa tertarik pada daerah perut dan hilang-timbul.
Feses yang dikeluarkan lebih encer, tapi berwarna kuning, dan berbau asam. Bila penyebab diare karena asam lambung yang berlebihan, tidak diperlukan obat antidiare untuk penyembuhannya.
Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus.
Penderita lebih sering buang air dengan feses yang berair/encer, kadang disertai muntah, dan demam.
Karena saking encernya,penderita sering sekali buang air, yang bisa mengakibatkan dehidrasi berat.
(Baca juga:Inilah Alasan Sebenarnya Mengapa Kita Harus Menghabiskan Antibiotik, Anda Harus Tahu!)
Dehidrasi bisa menyebabkan penderita kekurangan mineral kalium dan natrium, yang bisa mengakibatkan kejang-kejang.
Meski gejalanya makin parah, hanya dengan pemberian cairan elektrolit diare bisa sembuh sendiri (self limiting) tanpa komplikasi.
Namun, diare karena virus lebih bisa menular dibandingkan dengan diare karena penyebab lain, dengan masa inkubasi 1 – 2 hari setelah terpapar virus.
Penularan bisa dari cairan muntah atau kotoran, bisa juga dari makanan dan minuman yang sudah terpapar virus.
Meskipun sembuh, penderita tetap berpotensi menularkan penyakit karena virus bisa bertahan dalam tanah hingga dua minggu.
Karena itu pengobatan harus diberikan sampai 10 hari setelah penderita tidak mengalami diare.
Untuk bayi dan balita tetap berikan ASI, atau susu formula pengganti ASI. Bila diare semakin parah, berikan obat antidiare, oralit, lanjutkan juga asupan makanan dan cairan rumah tangga.
(Baca juga:Inilah 5 Zodiak Paling Rawan Selingkuh, Godaannya Besar!)
Periksakan ke dokter apabila anak balita atau bayi mengalami diare lebih dari 12 jam atau bila tidak mengompol dalam waktu delapan jam, suhu badan lebih dari 39oC, terdapat darah dalam fesesnya, mulut kering, atau menangis tanpa air mata, dan luar biasa mengantuk atau tidak ada respons.
Pemberian antibiotik harus selektif. Antibiotik lebih diperlukan bila terbukti penyebabnya adalah amuba atau bakteri jahat yang memang harus dibunuh dengan antibiotik. (KTW)
(Artikel ini pernah dimuat dalam Majalah Intisari edisi Agustus 2014)