Penulis
Intisari-online.com -Pertemuan Sukarno dengan Oetari terjadi saat Sukarno masih berguru dan tinggal di rumah kos milik HOS Tjokroaminoto di Gang 7 Paneleh, Surabaya.
Sukarno berusia 18 tahun, sedangkan Oetari 14 tahun.
Lamaran Sukarno diterima ayah Oetari, HOS Tjokroaminoto.
Keduanya melangsungkan akad nikah dengan sederhana di rumah kos milik Tjokro, pada 1921.
BACA JUGA:5 Tempat Wisata yang Harus Kita Kunjungi, Salah Satunya Ada Taman Neraka Lo!
Menariknya, acara akad nikah rupanya diwarnai ketegangan antara Sukarno dengan penghulu. Sumber masalahnya sungguh lucu.
Penghulu minta Sukarno mengganti jas dan dasi untuk acara akad.
Gaya pakaian Putra Sang Fajar dianggap tidak sesuai dengan adat Islam pada masa itu.
Darah muda Sukarno pun menggelegak. Ia membentak sang penghulu dengan kata-kata tajam.
“Tuan Kardi, Saya menyadari bahwa dulunya mempelai hanya memakai pakaian Bumiputra, yaitu sarung. Tapi, itu adalah cara lama. Aturannya sekarang sudah diperbarui,” tegas Sukarno
BACA JUGA:Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur
Tak tanggung-tanggung, seperti dikutip dari buku "Istri-Istri Sukarno" karya Reni Nuryanti dkk (2007), Sukarno sampai mengancam akan membatalkan pernikahan.
Tentu saja perilaku Sukarno membuat gerah orang seisi ruangan yang masih setia memegang kebiasaan lama. Imam masjid yang hadir memprotes Sukarno.
Sebagian tamu yang hadir bahkan meninggalkan prosesi acara.
Sukarno bergeming. “Persetan tuan-tuan semua. Saya pemberontak dan akan selalu memberontak. Saya tidak mau didikte di hari pernikahan saya,” kata Sukarno garang.
Untunglah, Tjokroaminoto, ayah Oetari tidak terpancing emosinya.
Ia tetap tenang dan malah bisa menenangkan si Bung Besar.
Akhirnya Sukarno bisa menenangkan diri, meski tangannya sampai terbakar rokok saat berusaha meredakan emosinya.
Setelah Sukarno tenang, akad nikah pun dilangsungkan kembali.
BACA JUGA:Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak