Find Us On Social Media :

Pesona Janda-janda Muda di Batavia, Lebih Menarik Ketimbang Gadis Perawan

By Yoyok Prima Maulana, Rabu, 24 Januari 2018 | 17:45 WIB

Intisari-online.com - “Saya hendak memperbaiki segala keburukan akibat kekhilafan masa muda saya dan untuk membayar utang saya,” ungkap David van Lennep kala berjejak di Batavia pada akhir abad ke-18.

Lennep bukan petinggi kompeni yang kaya, dia hanyalah seorang pegawai pada Mahkamah Pengadilan.

Lantaran dera utang yang menggunung dan tak kunjung lunas, Lennep bercita-cita menikahi seorang janda kaya di kota ini.

Lennep menikahi sang janda kaya karena terangsang oleh hukum perkawinan Kota Batavia.

BACA JUGA: Kisah Bahu Laweyan, si Pemangsa Pasangan Hidupnya Sendiri

Peraturannya mengatakan, semua harta milik istri (baik usaha sendiri maupun warisan) serta merta menjadi milik suaminya.

Bagi para lelaki yang menjadi pegawai kompeni di Batavia, seperti Lennep, perkawinan merupakan bagian dari menanam modal yang kelak mendatangkan keuntungan materi.

Janda-janda muda lebih menawarkan kemungkinan yang lebih menarik untuk menumpuk kekayaan.

Para lelaki muda menilai mereka lebih matang dan punya tingkatan lebih tinggi, apalagi jika janda itu telah berkali-kali menikah, ketimbang gadis-gadis remaja kalangan elite di Batavia.

Pada masa itu, ada anggapan bahwa perempuan yang telah menikah berkali-kali (dua hingga empat kali) bukan sesuatu yang fantastis.

Barangkali salah satu alasannya, rata-rata perempuan di Batavia mempunyai kecenderungan berusia lebih panjang ketimbang suami mereka.

Lagipula, pada kenyataannya bagaikan suratan nasib: Hanya sekitar sepertiga lelaki pegawai kompeni yang bisa menjejakkan kembali ke tanah kelahiran.

Para nyonya punya keleluasaan berbisnis, lantaran para suami mereka yang bekerja sebagai pegawai VOC dilarang melakukan perdagangan pribadi.