'Matematika Itu Omong Kosong', Benarkah Matematika Perlu Diajarkan Sejak Sekolah Dasar?

Mentari DP

Penulis

Matematika disebut juga sebagai logika modern, karena mengajarkan anak tentang alam berpikir logis dan sistematis. Alam berpikir inilah yang menjadi sendi dari rasionalisme.

Intisari-Online.com – Mungkin bagi sebagian besar orang, matematika adalah sesuatu yang menyeramkan.

Ya, pelajaran yang satu ini memang sering membuat anak sekolah, dari SD sampai SMA, jadi stres.

Banyak yang beranggapan pelajaran matematika terlalu sulit untuk diterima anak sekolah, apalagi khususnya bagi anak SD.

Sebenarnya polemik matematika sudah terjadi sejak dulu.

(Baca juga:Peta Matematika Ini Membuktikan bahwa Semua Teori Matematika Benar-benar Bisa Dipraktikkan)

(Baca juga:Sungguh Tega, Tak Bisa Jawab Soal Matematika, Ayah Ini Pukul Anaknya Sampai Meninggal)

Pada tahun 1973, terjadi polemik besar menjelang diberlakukannya matematika di SD, menggantikan ilmu berhitung atau aritmetika.

Ilmu berhitung dinilai sudah kuno, karena hanya mengajarkan keterampilan berhitung dan menyelesaikan soal.

Sedangkan matematika, selain kedua hal itu, juga mengajarkan pemahaman konsep dan pembuktiannya.

Inilah yang membuat matematika disebut juga sebagai logika modern, karena mengajarkan anak tentang alam berpikir logis dan sistematis.

Alam berpikir inilah yang menjadi sendi dari rasionalisme, landasan dari budaya dan kemauan dunia Barat.

Matematika.
Nah, kalau mau maju seperti Barat, kuasailah logika. Kalau ingin mengusai logika, belajarlah matematika, kata Drs Warsito, dosen matematika dari Universitas Gadjahmada Yogyakarta, memperkuat arus pro kepada diberlakukannya pelajaran matematika sejak SD.

Drs Warsito menuding ilmu berhitung tradisonal hanya mampu menjawab persoalan dunia ilmu sampai tahun 1750.

Sejalan dengan pendapatnya itu, mereka yang pro-matematika mengingatkan, dunia kini telah memasuki abad komputerisasi. Dan bahasa komputer adalah bahasa logika, bahasa matematika.

Kalau anak-anak kita tidak akrab dengan matematika, mereka akan ketinggalan dari anak- anak bangsa lain. Betapa malangnya turun temurun kita nanti.

(Baca juga:Lewat Toilet Umum, Profesor Matematika Ini Miliki 26 'Anak' dari Lebih dari 20 Istri yang Berbeda)

Maka tahun 1973, meski polemik tentang pro kontra berkembang sangat tajam, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Mashuri Saleh, tanpa ragu memberlakukan pelajaran matematika di SD.

Ia didukung penuh oleh para pendekar matematika, antara lain Prof Dr Andi Hakim Nasoetion (rektor IPB), Prof Drs Slamet Daryono (guru besar IKIP Surabaya), Prof Dr Moedomo (guru besar ITB), dan Prof Ir Soehakso (guru besar UGM).

Matematika.
Menurut orangtua, matematika tidak cocok untuk anak SD

Kemudian matematika menjadi sangat populer. Bahkan menjadi mitos, semacam obat ajaib yang diperlukan bangsa ini. Tetapi matematika juga tiba-tiba menjadi sebuah kata yang seram .

Menurut orangtua, karena matematika anak mereka jadi sering menangis.

Mereka juga tak mau bangun pagi, mogok sekolah, benci guru matematikanya, bahkan tak punya lagi waktu untuk bermain karena tiap sore harus les.

Karena matematika pula, ibu marah- marah kehabisan kesabaran. Atau bertengkar dengan suami karena tak mau turun tangan membantu kesulitan anak.

Hampir 90% orangtua murid yang dihubungi Nova setuju dihapuskannya matematika.

Alasannya: Terlalu rumit, bahasanya abstrak, terlalu banyak menimbulkan masalah sampingan pada anak, serta penjabarannya terlalu filosofis.

Pendek kata, tak cocok buat anak SD!

(Baca juga:Perhatian Bagi Ortu, Anak Yang Cukup Tidur Akan Lebih Pintar Matematika)

Tak heran kalau Drs Zeinazran Zein (36), ayah seorang murid SD kelas satu, mengumpat, “Bagi murid sekolah dasar, matematika itu omong kosong!”

“Buat orangtua murid saja sudah sukar. Apalagi untuk anak?” kata Ny. Nurhayani Ishak, yang seperti banyak ibu lain, sudah “suka rela” belajar matematika demi anak.

Mungkin dengan dihapuskannya matematika dan diganti dengan aritmetika, para ibu tak akan mengeluh lagi.

Tapi apakah dengan memang harus dihapuskannya matematika, aritmetika nanti juga tidak akan menimbulkan masalah?

Meski diserang beruntun, para pejuang matematika pada saat itu berhasil meyakinkan Mendikbud, Nugroho Notosusanto, untuk membuat matematika terus diajarkan di SD.

Bahkan menegaskan lagi manfaat matematika sebagai penunjang ilmu lain, dan bagian dari upaya lebih mencerdaskan bangsa.

(Baca juga:Pria Inggris ini Dapat 9,5 Milyar Rupiah setelah Berhasil Memecahkan Soal Matematika Berusia 300 Tahun)

Artikel Terkait