Ini Jawaban Puti Guntur Sukarno saat Masih Remaja Ketika Ditanya Soal Pemerintah Orde Baru

Ade Sulaeman

Penulis

Berikut ini wawancara wanita yang kini jadi calon gubernur Jawa Timur dengan Majalah HAI edisi Agustus 1990. Saat itu dia baru lulus SMA.

Intisari-Online.com - Agustus adalah bulan "keramat" bagi bangsa Indonesia.

Tak berlebihan rasanya, sebab pada tanggal 17 di bulan itu, 45 tahun silam, Indonesia resmi memerdekan dirinya.

Dan orang pun tak akan pernah lupa pada nama Bung Karno, yang bersama Bung Hatta, memproklamirkan kemerdekaan itu di halaman rumah Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Bung Karno memang bukan hanya Proklamator.

(Baca juga: Denjaka, Pasukan Khusus TNI AL yang Misterius dan Sering Bikin Gentar Navy Seal AS)

Tak hanya disebut pahlawan.

Kharismanya tetap terasa sampai entah berapa generasi setelah ia wafat.

Bahkan diam-diam orang sering melampiaskan kekagumannya pada putra-putrinya.

Lantas bagaimana dengan cucu-cucu Bung Karno?

Tak terasa, perjalanan waktu telah membawa mereka tumbuh dewasa.

Akankah mereka akan tampil juga dipanggung politik seperti dinasti Kennedy di AS?

Kita lihat saja, yang jelas, kenali dulu beberapa di antara mereka.

(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)

Puti Guntur Sukarno Putri: Mungkin Ada Orang Tak Puas ...

Nama lengkapnya Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri.

Panjang banget, tapi putri tunggal pasangan Guntur Sukarnoputra - Henny ini cukup dipanggil Puti saja.

Cewek yang baru lulus SMA I Budi Utomo, Jakarta ini mengaku punya kesan khusus pada Hari Kemerdekaan RI.

Sewaktu masih di sekolah menengah, ia selalu ikut upacara.

Kemudian kalau di televisi menyiarkan pembacaan teks proklamasi, Puti sering berpikir bagaimana situasi zaman itu.

Orangtuanya sendiri, bersama putra-putri Bung Karno lainnya, biasanya diundang ke Istana.

Pada waktu itu obrolan suka menyerempet ke zaman perjuangan Bung Karno.

"Tapi cerita-cerita itu tak cuma terlontar di hari itu. Papa sering sekali bercerita. Saya juga sering bertanya pada Papa kalau ada hal yang kurang jelas di sekolah," kata Puti.

Cerita itu, kata Puti, pasti mempengaruhi dirinya.

Walau tak bisa mengungkapkannya secara jelas, cewek kelahiran Jakarta 26 Juni 1971 ini merasa Indonesia sebagai tanah air yang harus dicintainya.

Kendatipun di sana-sini masih ada kekurangan.

"Saya menjadi lebih cinta pada hal-hal yang berkepribadian yang ada di Indonesia. Saya enggak kepengen nilai-nilai kebudayaan Indonesia hilang."

Buat Puti, arti kemerdekaan adalah keadaan yang lebih baik.

Menurut cewek yang mengagumi kakeknya sendiri ini, ia tak bisa sekolah kalau tak ada kemerdekaan.

"Setiap negara itu pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Tergantung dari mana kita melihatnya. Mungkin Indonesia punya kekurangan di bidang ini, tapi di bidang lain kita unggul dibanding negara lain," jelas Puti.

Menurut Puti, "keadaan yang lebih baik" yang jadi buah kemerdekaan itu secara umum sudah dinikmati semua orang.

"Mungkin ada sejumlah orang yang tak puas dengan keadaan yang sekarang. Tapi kalau saya, sudah cukup bersyukur," tutur Puti.

Puti agak keberatan kalau dalam mengisi kekurangan yang ada, strategi yang dijalankan adalah dengan memberikan perhatian lebih pada satu sektor yang dianggap lemah.

"Saya pikir, semua sektor harus dapat perhatian yang sama dari pemerintah. Soalnya satu sektor dengan sektor lainnya saling berkait. Dengan kata lain, pembangunan itu harus dilakukan secara merata. Saya kira adanya satu sektor yang lemah dan sektor yang maju itu karena pembangunan yang tak merata," jelasnya panjang lebar.

Sebagai cucu Bung Karno, ia memang sering mendapat perlakuan yang berbeda.

"Ketika saya menuliskan nama, orang sering mengatakan, oh, anaknya Guntur ya. Kalau ada kegiatan, saya diminta untuk memimpin. Atau kalau saya nilainya jelek, mereka bilang koq anaknya Guntur atau cucunya Bung Karno begitu," tutur Puti.

Tapi semua itu dianggapnya wajar-wajar saja.

"Lagi pula tak semua orang memperlakukan begitu. Teman-teman saya tak rnembedakan saya dengan yang lain," kata Puti.

Begitu pula dengan keluarganya. Ortunya tak menuntut banyak terhadap dirinya.

"Bebas saja. Mereka tentu memberi nasehat agar saya bisa menjaga diri. Tapi Papa mengatakan itu bukan dalam kaitan dengan predikat yang menempel di diri Papa atau saya. Tapi lebih kepada nasehat ortu kepada anaknya," lanjutnya.

Termasuk juga dalam soal sekolah.

Puti bebas memilih jurusan di perguruan tinggi.

Tapi dari pilihannya, FISIP dan Fakultas Hukum Ul, tampaknya pilihannya tak lepas dari dunia yang pernah digeluti kakeknya almarhum.

Artikel ini pernah dimuat di Majalah HAI edisi 32/XIV tahun 1990 dengan judul “Arti Kemerdekaan Kata Cucu Bung Karno

(Baca juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)

Artikel Terkait