Penulis
Intisari-Online.com – Menjelang kampanye pemilihan presiden 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengamanatkan kepada saya (Ais Suhana) keinginannya untuk mengajak Mas Yok dalam kampanye.
“Saya penggemar Koes Bersaudara dan Koes Plus. Saya sering menyanyikan lagu-kagu mereka ketika bermusik bersama teman-teman sekolah di kota kelahiran saya, Pacitan.
Tolong sampaikan salam saya kepada Mas Yok, keluarga Koeswoyo, serta personel Koes Plus. Juga sampaikan bahwa saya pengagum mereka.”
Ketika saya sampaikan amanat itu kepada Mas Yok, ia menjawab, “Waduh, saya sangat tersanjung dan gembira sekali Presiden Republik Indonesia mau dan sempat membicarakan kami, Koes Plus.
(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)
Beri saya waktu satu minggu untuk merenung dan berpikir untuk memberikan jawaban.”
Karena saya tahu kebiasaan Mas Yok, kalau dikatakan satu minggu ya akan tunggu satu minggu, saya harus bersabar. Tepat satu minggu, masuk SMS.
“Merdeka! Mohon maaf, saya masih di kampung, Serang, bersama para petani. Saya lagi sakit. Mohon maaf baru sekarang memberi kabar. Merdeka!”
Tak ada jawaban soal kesediaan atau ketidaksediaan memenuhi permintaan Presiden SBY.
Baru belakangan saya tahu Mas Yok serba salah karena semua calon presiden periode 2009-2014 mengajukan permintaan yang sama kepada Mas Yok dan Koes Plus.
Akhirnya kepastian saya dapat ketika kampanye sudah selesai.“Koes Plus milik semua partai dan tidak berpihak ke mana pun. Merdeka!”
(Ditulis oleh Mayong S. Laksono berdasarkan Buku Kisah dari Hati, Koes Plus Tonggak Industri Musik Indonesia. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 2014)
(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)