Media Sosial Paling Banyak Meyebarkan Hoax: Kalau Bukan Kita yang Melawan Hoax, Siapa Lagi?

Mentari DP

Penulis

Walau sudah sering diserukan, belum banyak orang yang menyadari bahwa informasi dari internet tidak selalu benar alias hoax.

Intisari-Online.com - Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016, dari 256,2 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 51,8% adalah pengguna internet. Ya, kira-kira 132,7 juta orang sehari-hari akrab dengan dunia maya.

Pemakaian internet terbesar adalah untuk mengakses media sosial seperti Facebook (115 juta pengguna), Youtube (50 juta pengguna), dan Instagram (45 juta pengguna).

Bayangkan begitu banyak orang yang terpapar berbagai informasi yang bersumber dari internet. Persoalannya adalah belakangan ini paparan informasi tidak benar alias hoax berkembang pesat. Wabah hoax sudah melanda!

Siapa pun bisa tertipu hoax, tidak peduli jenis kelaminnya, status ekonomi, tingkat pendidikan, latar belakang, sosial budaya. Memprihatinkan, hoax sangat berdampak buruk.

(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)

(Baca juga:Keren! Meski Punya Keterbatasan Fisik, Nur Ferry Berhasil Persembahkan 4 Emas Bagi Indonesia, Bahkan Memecahkan 3 Rekor)

Misalnya, masyarakat dibuat resah, tidak aman, panik, dan bingung dengan informasi itu.

Kemudian timbullah pergesekan sosial, konflik, bahkan peperangan gara-gara informasi yang tidak sesuai fakta.

Perlu diketahui, bisnis jasa pembuat hoax laris manis jika kita dengan mudah terhasut dengan informasi palsu. Mereka memperoleh uang dengan tujuan buruk tersebut.

Selain uang, para penyebar hoax juga melakukan aksinya demi kepentingan lain, seperti mengganti ideologi/paham, menjatuhkan lawan politik, menyebarkan kebencian, bahkan ada juga yang iseng.

Karena itu, yuk kita sama-sama berperang melawan wabah hoax! Caranya?

1. Lakukan klarifikasi setiap kali mencurigai sebuah informasi.

Gunakan media-anti-hoax yang sudah terverifikasi. Misalnya akun Instagram @klarifikasihoax, @saynotohoax, indonesianhoax.blogspot.co.id, hoax analyzer, turnbackhoax, sekoci hoax, dll.

2. Belajarlah lebih melek terhadap setiap informasi yang diterima melalui internet. Ikuti komunitas-komunitas yang dapat mengedukasi kita mengenai hal ini.

3. Kenali ciri-ciri hoax yaitu: judul yang provokatif dan sensasional, foto terlihat tidak asli, dan tidak jelas asal-usul informasinya.

4. Pilihlah konten-konten yang positif ketika berselancar di dunia maya.

(Baca juga:Usut Asal ‘Hoax’: Ternyata dari Dulu ‘Tercipta’ untuk Menipu. Apalagi Sekarang!)

Selain itu, kita dapat memanfaatkan informasi yang lebih teruji kebenarannya yaitu melalui buku, jurnal, artikel ilmiah, dll yang tersedia di perpustakaan.

Jangan menganggap cara ini kuno dan ribet, karena faktanya perpustakaan juga kini sudah banyak berubah.

Dari buku bentuk fisik, kini kita dapat menerima informasi digital yang mudah diakses.

Apalagi saat ini sudah banyak perpustakaan, seperti Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) yang menjadi pusat seluruh informasi.

Informasi dari Perpurnas diharapkan berdasar pada sumber-sumber primer yang akurat dan teruji.

Lebih mudah lagi, layanan digital dari Perpurnas RI seperti Indonesia Onesearch, lebih memudahkan kita untuk mencari informasi tanpa harus berkunjung ke perpustakaan.

Informasi di atas disampaikan dalam seminar “Peran Perpustakaan Digital Dalam Mereduksi Penyebaran Hoaks” oleh Perpusnas RI, Senin(11/12).

Dalam rangkaian acara ini hadir pembicara, Ismail Fahmi, PhD seorang pegiat perpustaan digital, Astari Yanuarti Koordinator Relawan Aksi Mafindo Jakarta, Wiratna Tritawirasta, S.Kom MP Kepala bidang Kerjasama Perpustakaan dan Informasi Perpurnas RI, dan Prof.DR. Drs. Henri Subianto. SH, M.Si dari Kementerian Komunikasi dan Informatika R1.

Dengan seminar ini diharapkan agar masyarakat lebih sigap lagi dalam menghadapi hoax. Lawan hoax sekarang!

(Baca juga:Sebarkan Foto ‘Hoax’ Rohingya, Tifatul: Sudah Minta Maaf, Biasa Saja, Jangan ‘Baper’, Kalau ‘Baper’ Mati Sendiri)

Artikel Terkait