Penulis
Intisari-Online.com -Indonesia adalah negara yang kaya, baik alam maupun budayanya. Tapi sialnya, tak banyak yang benar-benar menyadari kekayaan tersebut.
Karena itulah, Kementerian Pariwisata Republik Indonesia (Kemenpar) punya misi memperkenalkan kekayaan-kekayaan itu kepada khalayak yang lebih luas.
Salah satunya dengan “Jendela Nusantara”.
Program Jendela Nusantara, dilansir dari Nationalgeographic.co.id, berisikan beragam informasi seputar destinasi, kuliner, dan kalender kegiatan dari masing-masing provinsi di Indonesia.
(Baca juga:Dinobatkan Sebagai Miss International 2017, Kevin Lilliana: Indonesia, We Did It!)
(Baca juga:Sejarah Lagu Indonesia Raya: Kata 'Merdeka! Merdeka!' yang Penuh Kontroversi)
Nantinya, Jendela Nusantara diharapkan bisa menjadi panduan bagi para wisatawan, lokal maupun asing, yang ingin mengenal Indonesia dengan lebih intim.
Soal pengenalan kekayaan Indonesia, sejatinya Kemenpar punya tiga program, yang salah satunya adalah Digital Tourism. Nah, Jendela Nusantara ini masuk dalam kategori tersebut.
Masih dari situs yang sama, program ini dipilih untuk merebut pasar global, khususnya 12 pasar yang fokus yang tersebar di 26 negara.
Dunia digital, bagaimanapun juga, saat ini dianggap sebagai media yang paling mampu mengamplifikasi misi mulia ini.
Nah, untuk menyukseskan misi yang tidak enteng ini, Kemenpar menitikberatkan pada kerja sama antara Dinas Pariwisata dengan masyarakat atau komunitas lokal di tiap-tiap provinsi.
Tujuannya, mencari potensi masyarakat atau komunitas lokal yang memiliki potensi berkarya melalui kegiatan kompetisi Jendela Nusantara yang termanifestasi dalam bentuk lomba e-magz.
Setelah dilakukan penilaian yang cukup ketat, “The Light of Aceh” dari Aceh ditahbsikan sebagai pemenang pertama, disusul “Jendela Bali” dari Bali dan “Jendela Nusantara: Flavour Nature and Culture” dari Jawa Barat, masing-masing sebagai juara kedua dan ketiga.
Dengan adanya program ini, semoga kita bisa lebih dekat mengenal negara gemah ripah loh jinawi ini. Masih ingat dengan pepatah “tak kenal maka tak sayang”, bukan?