Penulis
Intisari-Online.com -Basuni (75), warga Warung Kupat, Kelurahan Gombeng, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur, menikmati seporsi gule dan sate di hadapannya.
Ia lalu meneguk habis segelas es teh yang ada di atas meja makan.
“Alhamdulillah seminggu sekali bisa makan enak. Selain sate dan gule, di sini saya juga tahu ada anggur warna merah," kata Basuni sambil tertawa, Jumat (17/11).
Basuni merupakan satu dari 120 kaum fakir miskin yang rutin mengunjungi restoran fakir miskin di Secang, Kelurahan/Kecamatan Kalipuro.
(Baca juga:Jika di Indonesia yang Diberantas adalah Kemiskinan, di Singapura yang Diperangi adalah Kesombongan)
Dari rumahnya, ia harus berjalan kaki selama kurang lebih satu jam dan menyeberangi sungai. Walaupun hujan, dia tetap akan berangkat dengan menggunakan payung.
“Saya ndak nekat tapi memang pingin datang ketemu sama Pak Haji. Dia orang baik, sudah ngasih saya makanan enak. Nggak mungkin saya nggak datang, nanti Pak Haji kecewa kalau saya nggak datang,” kata Basuni.
Berbeda dengan restoran pada umumnya, restoran milik Haji Isam (56), warga keturunan Irak berkewarganegaraan Australia tersebut, hanya dibuka setiap Jumat pukul 12.00 wib hingga sore hari.
Kaum fakir miskin yang datang tidak dipungut biaya apapun alias gratis untuk menikmati makanan lezat di restoran tersebut.
Kadang-kadang mereka bisa membungkus makanan untuk dibawa pulang.
Interior restoran itu didesain seperti layaknya restoran mewah dengan hiasan dinding yang menarik.
Ada beberapa meja yang disusun sedemikian rupa serta meja panjang di pojokan untuk menaruh makanan.
Pengunjung yang datang langsung bisa mengambil makanan yang disajikan dengan sistem prasmanan.
Haji Isam, kepada Kompas.com, bercerita bahwa restoran tersebut sudah ia buka selama dua tahun terakhir setiap hari Jumat.
Orang-orang yang datang adalah warga sekitar lingkungan Kalipuro. Mereka dibekali sebuah kartu yang menunjukkan identitas dan alamatnya.
“Sebelum dapat kartu, kami survei dulu apakah mereka masuk kategori fakir miskin atau tidak. Saya ingin restoran ini memang untuk mereka bukan yang hanya mengaku-ngaku miskin,” kata laki-laki yang fasih berbahasa Indonesia itu.
Pada kartu identitas juga di bedakan fakir dan miskin.
Menurut Isam, miskin adalah orang yang bekerja tapi hasilnya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan fakir adalah mereka yang sudah tidak bisa menghasilkan secara keuangan.
Setiap bulan mereka juga mendapatkan uang sembako yang jumlahnya berbeda antara yang fakir dan miskin.
Awalnya, menurut Isam mereka mendapatkan sembilan bahan pokok tetapi dengan berjalannya waktu, sembako diganti dengan uang.
“Jadi mereka sendiri yang membeli kebutuhan dengan uang yang diberikan,” kata Isam.
Jika ada pemilik kartu yang meninggal dunia, orang itu akan digantikan orang lain yang juga membutuhkan. Rata-rata mereka sudah berusia tua atau keluarga miskin.
Haji Isyam dan istrinya yang langsung melayani pengunjung restorannya.
Setiap Jumat, mereka harus merogoh kocek paling sedikit satu juta rupiah untuk berbelanja kebutuhan restoran.
Mereka menekankan bahwa bahan makanan yang dipilih adalah yang terbaik mulai dari daging sapi, ayam, ikan laut, dan buah-buahan segar.
Hal itu harus dilakukan karena dia meyakini, untuk bersedekah harus memberikan yang terbaik dari yang dimilikinya.
Pada saat pertama kali membuka restoran tersebut, Isam memasak 12 kilogram beras tetapi ternyata berlebih sehingga banyak yang tersisa.
Saat ini mereka hanya memasak 7 kilogram beras setiap Jumat.
Lauk yang disediakan akan disesuaikan. Ia sendiri dan istri telah menyusun menu berbeda setiap pekan agar para pengunjung tidak bosan.
“Jika minggu ini daging, minggu depan ayam kampung, minggu depannya lagi ikan laut. Kami ubah-ubah. Untuk buah buahan kami sesuaikan dengan musim,” kata dia.
Isam mengaku heran dengan jumlah beras yang disediakan.
Untuk acara selamatan 100 orang, biasanya mereka menyediakan sampai 25 kilogram beras tapi untuk restorannya hanya 7 kilogram.
“Mungkin ini yang namanya berkah ya. 7 kilo beras itu kok ya banyak. Sudah 120 orang makan di sini, warga sekitar yang lewat juga ikut makan tapi beras dan lauk lebih dari cukup. Nggak pernah kami kekurangan,” tutur dia.
Selain para fakir miskin, sekali sebulan dia juga mengundang anak yatim piatu di daerah sekitar yang berjumlah 37 anak untuk makan bersama dan mendapatkan uang sedekah.
Ia juga menggelar buka puasa sebanyak 8 kali pada bulan puasa. Yang hadir hampir 900 orang setiap kegiatan.
Isam mengaku, hal yang ia lakukan selama dua tahun terakhir tidak lepas dari sorotan aparat sekitar.
Dia sempat dimintai keterangan oleh perangkat desa karena dicurigai.
“Sempat ditanya-tanya. Polisi ke sini, tentara ke sini tapi saya jelaskan semua bahwa niat saya hanya sedekah, tidak ada niat apa-apa lagi,” ungkapnya.
Bangun rumah di Banyuwangi
Maryam (29), istri Isam, menjelaskan bahwa dia dan suaminya shalat istikharah untuk mendapatkan tempat tersebut.
Beberapa kali mereka berniat membangun restoran fakir miskin di tempat lain tapi selalu gagal karena berbagai macam alasan.
Akhirnya mereka membeli sebidang tanah di Secang Kalipuro.
Setelah setahun mendirikan restoran fakir miskin, mereka kemudian memutuskan membangun rumah di sebelah restoran miliknya.
Jika mereka pulang ke Australia, restoran dikelola Husain, warga yang tinggal di Secang Kalipuro yang mereka percayai.
Husain akan mengirimkan foto dan laporan keuangan untuk belanja restoran setiap minggu.
“Saya percaya kepada masyarakat sini yang memasak dan mengelola jika saya dan suami pulang ke Australia,” kata Maryam yang berasal dari Jawa Barat.
Dia berharap, dengan membuka restoran itu kaum fakir miskin bisa makan enak serta mendapatkan berkah buat keluarganya dan para pengunjung.
“Dalam agama Islam diajarkan untuk bersedekah karena nanti rejeki akan dilipatgandakan. Ini juga untuk bekal kami diakhirat,“ kata Maryam.
Dia berharap, apapun yang mereka lakukan dijauhkan dari riya dan rasa sombong.
“Saya berdoa dalam setiap shalat, jauhkan dari rasa riya. Ini saya kaget juga banyak wartawan yang datang ke sini takut nanti dikira woro-woro. Tapi semoga jika dianggap apa yang kami lakukan baik bisa ditiru oleh orang lain,” ujar Maryam.
Rencananya, dia dan suaminya akan membuka restoran fakir miskin di tempat lain tetapi sejauh ini masih mencari tempat yang cocok.
“Semua yang diniatkan ibadah insya Allah berkah. Restoran kami memang untuk fakir miskin tapi jika ada orang yang mau datang bersilaturahmi akan kami terima dengan senang hati,” kata dia.
(Ira Rachmawati/Kontributor Kompas.com--artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "Di Banyuwangi, Ada Restoran untuk Kaum Fakir Miskin")