Dibeli dari Petani Hanya Rp50.000, Lada Dijual Rp330.000 di Ritel Modern. Pemerintah Dituntut Intervensi

Ade Sulaeman

Penulis

Harga lada di petani dan ritel mengalami ketimpangan tajam. Ada selisih sebesar 560% antara harga di petani dan di ritel.

Intisari-Online.com - Kementerian Perdagangan (Kemdag) diminta serius menangani tata niaga perdagangan lada.

Pasalnya harga lada di petani dan ritel mengalami ketimpangan tajam.

Jika harga lada di petani sebesar Rp50.000 per kilogram (kg), sementara di ritel modern Rp330.000 per kg.

Ada selisih sebesar 560% antara harga di petani dan di ritel.

(Baca juga: Hadiri Dies Natalis IPB, Jokowi: Lulusan IPB Banyak yang Kerja di Bank, Terus yang Jadi Petani Siapa?)

Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Infrastruktur dan Investasi Muhammad Abduh mengatakan, pihaknya telah meminta Kemdag meningkatkan pengawasan terhadap mata rantai perdagangan lada ini.

Selain terjadi perbedaan harga yang tajam, harga lada di tingkat petani juga terus turun.

Tahun 2015 harga lada di petani Rp150.000 per kg.

"Masalah harga memang tidak mudah karena itu, para eksportir perlu dikumpulkan untuk mencari solusinya. Kalau perlu barangnya ditahan dulu supaya harga bisa naik," ujar Abduh, Senin (13/11).

Selain harga lada terus mengalami penurunan, produktivitas lada di Indonesia juga ikut turun, bahkan jauh di bawah lima negara yang tergabung dalam Organisasi negara produsen lada atau International Pepper Community (IPC).

Saat ini, rata-rata produksi lada dalam negeri sebesar 0,6 ton per hektare (ha) per tahun atau jauh di bawah Vietnam bisa mencapai 3,2 ton per ha per tahun.

Meski begitu, Indonesia masih menjadi produsen lada terbesar kedua di dunia, setelah Vietnam.

Saat ini, produksi lada Indonesia mencapai 82.000 ton per tahun dan Vietnam mencapai 150.000 ton per tahun.

(Baca juga: Samsul Huda dan Bernardinus Yoga Kristian, Dua Anak Petani yang Berhasil Jadi Lulusan Terbaik Akademi Militer)

Deny Wachyudi Kurnia, Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional menilai, organisasi negara produsen lada yang tergabung dalam IPC belum mampu mengendalikan harga lada.

"Perhatian IPC ke masalah penanganan harga tidak maksimal karena banyak masalah lain yang dilihat termasuk planting material, bibit, hama, dan kualitas," ujarnya.

Apalagi menurut Deny IPC bukanlah organisasi yang besar.

Saat ini IPC terdiri dari lima negara yaitu Indonesia, India, Vietnam, Malaysia, dan Srilanka.

Agar lebih kuat maka saat ini IPC tengah mengupayakan China dan Kamboja untuk bergabung.

Deny menambahkan, penurunan harga lada pada saat ini menjadi dampak dari kelebihan produksi yang terjadi di pasar global.

(Baca juga: Bisa kok Petani Berpenghasilan Tinggi, 7-10 Juta Rupiah Sekali Panen, Para Petani di Makassar Membuktikannya)

Hanya saja di Indonesia, produksi lada masih sedikit.

Dari total lahan pertanian lada seluas 150.000 hektar (ha), produksi lada hanya sekitar 75.000 ton hingga 85.000 ton.

(Abdul Basith)

Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul “Kemdag diminta intervensi harga lada”.

Artikel Terkait