Penulis
Intisari-Online.com— “Dok, mengapa saya mengalami autoimun, tapi orang lain tidak?” tanya Enny (30) suatu kali pada dokter yang menangani penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang sudah dialaminya sejak tahun 2010 lalu.
Namun pada dokter manapun ia bertanya, maka jawaban yang diterimanya selalu sama, tidak ada kepastian yang jelas mengenai penyebab jenis penyakit autoimun itu.
Dalam teori ilmu kesehatan dijelaskan bahwa autoimun adalah penyakit yang mengganggu sistem kekebalan tubuh.
Sehingga sel tubuh itu menyerang dirinya sendiri dan gagal melindungi diri.
Akibatnya terjadi berbagai peradangan pada bagian-bagian tubuh yang terserang.
Tergantung penyakit itu menyerang bagian mana. Ada yang terserang di kulit, sendi, ginjal, dll.
“Walau di mana-mana disebutkan penyebabnya unknown, tapi ada kemungkinan penyakit autoimun terjadi karena faktor lingkungan, hormonal, dan genetik,” jelas dr. Prasna Pramita, spPD. KAI, FINASIM, di Jakarta.
Jenis penyakitnya juga bukan hanya satu. Terhitung lebih dari 100 jenis penyakit yang berkaitan dengan autoimun.
Jenis yang paling umum misalnya lupus, rheumatoid arthritis, sjögren, sclerosis, dan psoriasis.
Karena itu setiap penderita umumnya mengalami pengalaman yang berbeda ketika pertama kali didiagnosis sebagai orang dengan autoimun (odamun).
Seperti yang dialami Enny, yang sudah menjadi odamun (orang dengan autoimun) selama tujuh tahun terakhir.
Dua tahun pertama ia mengalami sakit, belum diketahui bahwa dirinya mengalami lupus.
Gejala awalnya seperti sakit biasa, sering demam, sariawan, dan tubuhnya sangat mudah lelah.
Ia juga sempat mengalami kondisi salah makan obat karena diagnosis belum tegak.
Akibatnya, kondisi perempuan asal Pontianak ini memburuk. Kulitnya dari ujung kepala sampai ujung kaki memerah dan mengelupas, perih.
Rambutnya juga mengalami kerontokan yang hebat. Kenyataan itu yang harus dihadapi Enny sebelum ia dinyatakan terkena autoimun.
Betul, kata Prasna, kebanyakan yang terkena penyakit autoimun adalah perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan yang memiliki hormon estrogen.
Dan salah satu pencetus penyakit autoimun adalah hormon estrogen yang dapat memberikan rangsangan pada beberapa respons imun.
Faktor genetik juga mempengaruhi. Orang yang memiliki riwayat keturunan odamun diprediksi dokter berisiko terkena penyakit autoimun juga.
Walau memang bukan berarti dalam satu keluarga akan mengalami autoimun semua.
Sekalipun ibunya atau ayahnya kena, anak-anaknya belum tentu mengalami hal yang sama.
Seperti Wiwiek Yuliana (38) yang gejala pertama autoimun dirasakannya si usia 24 tahun.
Saat itu, ia mengeluh sakit perut, seperti diare biasa. Namun hal tersebut berlangsung cukup lama, hampir satu tahun.
Dalam kondisi itu, Wiwiek juga menyadari ada yang berbeda pada kakinya ketika ia berjalan. “Kakiku mulai berbunyi ketika berjalan, namun aku pikir itu faktor menggunakan sepatu hak tinggi,” tuturnya.
Barulah ia mengunjungi dokter dan menceritakan bahwa ibunya juga mengidap autoimun SLE.
Di situ, dokter menyarankan dirinya untuk melakukan pemeriksaan Anti Nuclear Antibody (ANA).
Yaitu untuk mendeteksi kemungkinan adanya autoantibodi yang menyerang diri sendiri.
Setelah diperiksa, akhirnya diketahui Wiwiek memiliki ANA positif dengan profil rheumatoid arthitis (RA). Kondisi ini yang membuat keadaan sendinya memburuk.
Tidak lama setelah itu, infeksi ususnya kambuh lagi.
Akhirnya dokter memutuskan untuk di endoskopi dan kolonoskopi, ditemukan bahwa ternyata ada luka pada usus perempuan berkaca mata ini.
Setelah dibiopsi, ia dinyatakan juga mengalami autoimun di usus yaitu, kolitis ulseratif.
Jadi ketika itu, ia mengalami lebih dari satu jenis autoimun. Perut sakit, semua sendi juga sakit.
“Dalam satu bulan, hanya seminggu saja aku merasa tidak sakit,” cerita Wiwiek yang pernah bekerja sebagai sekretaris ini.
Selama 14 tahun hidup dengan autoimun, Wiwiek sempat mengalami masa remisi, yaitu kondisi di mana penyakitnya tidak aktif.
Sehingga tidak begitu mengganggu aktivitas sehari-hari. Ia juga bisa kembali bekerja seperti biasa.
Perlu diketahui, untuk penanganan autoimun, seseorang harus mengonsumsi obat seumur hidupnya.