Jangan Sampai Asyik Bermedia Sosial Namun Berujung Cerai

Agus Surono

Penulis

Mudahnya komunikasi melalui media sosial yang tanpa batas dan waktu membuat hubungan manusia bisa disekat-sekat secara lebih personal. Namun jika tidak bijak justru berakibat fatal.

Intisari-Online.com – Dalam kasus asmara, media sosial menampilkan sisi buruknya. Mulai dari CLBK setelah reuni yang difasilitasi media sosial sampai bercerai gara-gara media sosial.

Kejadian ini menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Googling dengan kata kunci “cerai karena media sosial” akan menampilkan banyak hasil.

Seperti data Pengadilan Agama Kota Depok yang menyebutkan angka perceraian pada periode Agustus 2017 di kota tersebut mencapai 157 kasus.

Dari data persidangan yang terjadi, mayoritas pasangan suami istri yang bercerai diakibatkan timbulnya kecemburuan yang bermula di media sosial.

Panitera Pengadilan Agama Kota Depok Entoh Abdul Fatah mengatakan, penyebab perceraian akibat kecemburuan dimedsosmerupakan fenomena baru. Sebab, dulunya kasus perceraian lebih banyak dilatarbelakangi masalah ekonomi.

(Baca juga:Apakah Gugatan Cerai Akan Gagal Jika Suami Tak Kunjung Datang ke Persidangan?)

"Contoh saja, ketika ada status Facebook yang romantis dengan pihak lain, itu menjadikan suami atau istri cemburu dan berujung pertengkaran hingga akhirnya cerai," kata Entoh saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/9/2017).

Mengacu pada hal itulah, Entoh mengimbau agar setiap individu, baik laki-laki atau perempuan untuk lebih bijak saat berkomunikasi menggunakan medsos. Ia menilai medsos merupakan sarana komunikasi yang efektif bila dimanfaatkan dengan benar.

"Memanfaatkan medsos harus dibarengi dengan pemahaman yang baik, terutama dalam hal agama. Jadi kalau ada yang gangguan atau apa jangan direspon kalau sudah punya istri atau suami," ujar Entoh.

(Baca juga:Lazimkah Cerai tapi Tetap Serumah?)

Data serupa diperoleh dari Pengadilan Agama (PA)Mamuju, yang menyebut media sosial dan faktor ekonomi menjadi biang banyaknya kasus percaraian di KabupatenMamuju,Sulbardalam kurun waktu Januari - Juli 2017.

Dari data yang di peroleh TribunSulbar.com di Pengadilan Agama KabupatenMamuju, tercatat sebanyak 241 perkara gugatceraiyang diterima dalam kurun waktu tersebut.

Tercatat sebanyak 43 kasus permohonan gugatceraipada Januari 2017, 33 pada bulan Februari, 36 pada bulan Maret, 33 pada bulan April.

Sementara pada bulan Mei 2017, sebanyak 31 kasus permohonan gugatcerai15 pada bulan Juni dan sebanyak 44 perkara pada bulan Juli.

Ia menyebutkan, dari 241 permohonan gugatceraiyang diterima oleh PAMamuju, tercatat sebanyak 194 yang dinyatakan inkrah bercerai.

(Baca juga:Wajib Tahu! Inilah 4 Fakta Menarik dari Surat Perjanjian Cerai Bung Karno – Ibu Inggit)

Dia mengungkapkan, dari angka tersebut, menunjukkan adanya peningkatan angka perceraiaan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnyameski tidak terlalu signifikan.

"Ada peningkatan dari tahun sebelumnya, tapi tidak terlalu signifikan karena pada umumnya angka perceraian yang kami catat disini itu tiap tahun mengalami kenaikan," kata Panitera Muda PAMamujuBacong kepada TribunSulbar.com di Kantor PAMamujuJln. KS Tubun,Mamuju, Kamis (27/7/2017).

Ia juga mengungkapkan, faktor penyebab tingginya angka perceraian di KabupatenMamuju, itu lebih banyak disebabkan perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus di dalam lingkungan keluarga yang lebih banyak sebabkan karena ekonomi dan dampak penggunaan media sosial.

(Baca juga:Kapan Harus Cerai?)

"Faktor ekonomi ini, paling banyak mengajukan gugatan karena tidak menerima penghasilan suami yang tidak menetap. Ada juga yang mengajukanceraikarena tiba-tiba ditinggalkan suaminya, karena mungkin sudah tidak sanggup menghidupi keluarga," ujarnya menambahkan.

Selain itu, salah satu faktor yang paling menyebabkan tingginya angka perceraian diMamujuadalah dampak dari marak penggunaan media sosial di kalangan orang yang sudah berkeluarga.

"Termasuk juga dampak penggunaan media sosial, seperti chating, yang kayak SMS itu, paling sering juga jadi bahan yang diperdebatkan di saat persidangan perceraian," ungkapnya.

"Kalau ini yang pengguna media sosial, sebaliknya justru bukan karena faktor ekonomi, tapi justru didominasi orang yang setengah mapan ke atas," lanjutnya.

Dari data pengajuan permohonan gugatceraitersebut, rata-rata didominasi mulai dari umur 25 hingga 40 tahun.

(Baca juga:Jangan Terlalu Sering Abaikan Pesan dari Pasangan, Jika Tak Ingin Digugat Cerai Seperti Kisah Pasangan Ini)

"Jadi rata-rata yang mengajukan gugatan carai itu, yang umur-umur masih muda semua, dan jarang sekali kita dapati perkara gugatceraiyang diatas 50 tahun," tuturnya.

"Kemudian lama pernikahannya juga rata-rata 5 sampai 10 tahun, ada yang baru satu anakny ada juga yang sudah sampai dua", tutup Bacong.

Penggunaan media sosial yang kurang sehat juga ditengarai oleh Panitera Muda Hukum PA Sumenep Moh. Arifin.

(Baca juga:Yakin Mau Cerai?)

Akibat penggunaan media sosial yang kurang sehat itu timbullah perselisihan secara terus menerus. Hubungan yang awalnya mesra pun renggang dan berujung dengan satu kata: cerai.

Data di PA Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur menunjukkan jumlah istri minta cerai (cerai gugat) lebih banyak ketimbang suami telak istri (cerai talak).

Hingga bulan Juli 2017, jumlah cerai gugat sebanyak 424 dan cerai telak sebanyak 341.

"Sementara perkara yang sudah diputus, cerai gugat 365 perkara, dan cerai talak 283 perkara,"ungkapnya, Senin (21/8/2017). Dilihat dari jumlah tersebut, Arifin menegaskan, cerai gugat lebih dominan selama tujuh bulan terakhir dengan 60 persen lebih.

"Jadi, total percaraian di Sumenep selama Januari sampai dengan Juli sebanyak 648 perceraian dari 765 perkara yang masuk," jelasnya lagi seperti dikutip kumparan.com.

(Baca juga:Orangtua Cerai, Anak Lebih Aman dengan Ibu)

Dibandingkan dengan tahun lalu, jumlah perceraian di Sumenep relatif berkurang, meski tahun 2017 masih tersisa 5 bulan."Mungkin sedikit berkurang dari tahun lalu ya, karena tahun lalu kasus perceraian mencapai 1.470 perkara," sambung Arifin.

Jadi, bijaklah menggunakan media sosial. Apa yang mudah dilakukan itu justru mudah menimbulkan gangguan.

Artikel Terkait