Find Us On Social Media :

Meski Suka Bertindak di Luar Komando, Soeharto Sesungguhnya Jenderal yang Sangat Dipercaya Bung Karno

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 30 September 2017 | 19:20 WIB

Intisari-Online.com - Gestapu yang dengan cepat berhasil ditumpas Pangkostrad Mayjen Soeharto sebenarnya merupakan inisiatif yang melanggar disiplin hierarki militer.

Soeharto melakukan operasi itu tanpa izin dan perintah dari Bung Karno selaku panglima tertinggi (Pangti) ABRI.

Tapi inisiatif Soeharto dianggap sebagai langkah tepat karena disebut sukses menghindarkan negara dari komunisme meskipun dalam penanganan terhadap orang-orang yang dituduh terlibat PKI menjadi tidak terkendali.

(Baca juga: Pilot TNI AL Pernah Terpaksa Daratkan Pesawat di Sawah Gara-gara Tunggu Pesawat Pak Harto Terbang)

Penanganan anggota PKI seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum, tanpa melibatkan ormas-ormas sipil. Bagaimanapun juga, mereka sebenarnya tidak memiliki wewenang untuk “mengadili” warga yang  diduga terlibat Gestapu.

Inisiatif Soeharto untuk bertindak tegas dengan cara “mengabaikan” Bung Karno ternyata tidak hanya dilakukan saat G30S meletus tapi juga ketika menangani konflik Indonesia-Malaysia dalam Operasi Dwikora.

Pada pertengahan tahun 1964 konfrontasi Indonesia-Malaysia makin memuncak apalagi setelah pasukan TNI AU menerjukan sekitar 100 pasukan ke wilayah Labis dan Johor nyaris menyulut aksi balasan besar-besaran yang akan dilancarkan oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut Inggris ke wilayah Indonesia, khususnya Jakarta.

Jika pesawat-pesawat tempur RAF yang berpangkalan di Singapura sampai menyerang Jakarta, konflik Indonesia-Malaysia pasti berubah menjadi kondisi yang sangat merugikan Indonesia.

Demi mengatasi hal terburuk itu, Mayor Benny Meordani yang sedang bertempur di Kalimantan Utara pun dipanggil pulang ke Jakarta pada Agustus 1964.

Untuk pulang ke Jakarta dari pedalaman Kalimantan bukan hal yang mudah bagi Benny.

Ia harus berjalan kaki selama empat hari ke kawasan Long Sembiling, lalu melewati belasan jeram sebelum mencapai sungai besar yang menjadi sarana transportasi utama di Kalimantan.

Setelah menyusuri sungai tersebut, Benny pun tiba di Tarakan dan langsung terbang ke Jakarta.