Penulis
Intisari-Online.com -Kehidupan modern yang menyetreskan membuat kita lelah, cemas, dan menginginkan banyak waktu untuk menikmati hidup.
Tapi ada efek samping lain yang lebih menyiksa, terutama bagi para perempuan: kehidupan modern dianggap mengancam kehidupan seks mereka.
Percaya atau tidak, stres juga bisa berdampak pada kehidupan seks perempuan. Stres berat disebut bisa menyebabkan otot dasar panggul perempuan terjepit dan kejang.
(Baca juga:Ini 6 Cara Membantu Pasangan yang Mengalami Vaginismus)
Dan seiring berjalannya waktu, ini bisa menimbulkan kondisi yang menyakitkan yang disebut dyspareunia—rasa sakit saat berhubungan seks.
Hal itu terjadi karena ketika otot dasar panggul yang tegang bisa menyebabkan vagina mengencang secara tidak sengaja.
Dan itu, pada gilirannya, membuat seks tidak nyaman, bahkan menyakitkan.
Meski begitu, tetap ada solusinya: dengan fisioterapi.
Fisioterapi akan membantu melatih otot dasar panggul, mendorongnya untuk rileks dan mengendor saat berhubungan seks.
Katie Mann, seorang fisioterapis jempolan, melihat, sekitar 400 perempuan dalam setahun punya masalah dengan dasar panggul, dan 40 orang di antaranya menghindari seks karena rasa sakit yang dibuatnya.
Sepuluh tahun yang lalu, angka itu zonder.
“Saya mengobati pasien yang punya hubungan seksual yang menyakitkan karena masalah fisik,” ujarnya kepada The Sun.
“Para pasien itu rata-rata punya kondisi yang disebut vaginismus—di situ otot dasar panggul mengalami kejang spontan, dan pasien tidak sadar bahwa mereka telah mengalami kejang karena hal itu dianggap sudah biasa.”
Vaginismus bisa disebabkan oleh trauma fisik pada vagina, seperti persalinan, atau pengalaman buruk di kamar tidur.
Vaginismus benar-benar dapat mengganggu hubunga seks seorang perempuan dan dapat menyebabkan mereka kehilangan kepercayaan pada kamar tidur.
Selain memperburuk hubungan suami-istri, kondisi itu juga bisa menghalangi seorang perempuan untuk hamil.
(Baca juga:Memahami Reaksi Tubuh saat Orgasme, Mulai dari Panggul Hingga Otak)
Masing-masing orang punya kondisi vaginismus yang bervariasi; beberapa perempuan tidak bisa memasukkan apa pun ke dalam vagina; beberapa yang lain bisa menggunakan tampon tapi tidak bisa berhubungan seks; beberapa dapat berhubungan seks namun rasanya amat menyakitkan.
Selain trauma fisik, vaginismus juga bisa disebabkan oleh stres.
“Ini adalah kehidupan modern, dan kita semua berjuang melawan itu. Tapi jika Anda adalah seorang yang membawa stres ke fisik, kemungkinan merambat ke panggul begitu besar,” ujar Mann.
Francesca Linstead mengalami vaginismus setelah ia mendirikan perusahaannya sendiri.
Produser radio berusia 55 tahun itu merasa sangat kesakitan. Sudah dua tahun ia tidak bisa berhubungan seks dengan pasangannya .
“Begitu seks dimulai, rasa sakit itu muncul, dan semakin buruk,” ujarnya kepada Daily Mail.
“Semakin tidak nyaman yang saya rasakan ketika berhubungan seks, semakin kejang otot panggul saya.
Kondisi itu membuat Linstead malu mengakuinya di depan pasangan, hingga ia mendapatkan perawatan yang tepat.
Dilator dapat digunakan untuk mengurangi kekejangan pada otot—hampir seperti tombol reset pada vagina. Teknik relaksasi juga bisa digunakan untuk membantu pasien mengurangi rasa nyeri yang membuat otot mereka mengejang.
Selain menggunakan tekni itu, beberapa perempuan melaporkan hasil yang bagus dengan menggunakan Botox.
Botox dianggap melemahkan kejang otot yang menyebabkan vaginismus.
Pengobatannya melibatkan suntikan ke otot vagina dengan anestesi sementara—namun diperkirakan hanya bertahan sampai empat bulan.
“Pertama-tama kita harus mengidentifikasi apakah otot benar-benar kejang, atau apakah ada masalah lain,” jelas Mann.
“Kami menggunakan perangkat yang disebut dilator, tapi tidak untuk meregangkan pasien secara fisik. Fungsi sistem ini adalah mengajari pasien untuk mengakomodasi sesuatu yang tidak sakit sehingga mereka dapat membangun kepercayaan diri mereka.”
(Baca juga:Ingin Tetap Berhubungan Seks Tanpa Harus Takut Akan Hamil? Pilihlah Waktu Ini)
Selain terapi fisik, teknik relaksasi juga diperlukan.
“Dalam fisioterapi, kita menggunakan sesuatu yang disebut teknik relaksasi ‘hold relax’, dan teori di balik ini adalah jika Anda mengontraksi otot sekeras yang Anda bisa, ketika Anda melepaskannya, sebaiknya lepaskanlah dengan lebih cepat,” kata Mann.
Meski begitu, Mann menekan bahwa cara terbaik agara seorang perempuan sembuh dari gangguan ini adalah dengan langkahnya sendiri.