Penulis
Intisari-Online.com - Seorang pemuda berniat membangun rumah untuk ibunya dari batu bata.
Sebuah keinginan mulianya dapat terlaksana karena ia telah memiliki uang yang cukup dari hasil bekerjanya.
Ia mulai merancang desain rumah kecil. Kemudian, ia memanggil orang untuk mulai membangun.
Setelah beberapa minggu bata-bata dinding mulai tersusun tinggi.
Pemuda mengamati dan mengangguk-anggukan kepala bahwa rumah yang dibuat tampak sesuai rencana.
Ia berhenti memandang pada satu bata yang tampak miring.
Ia langsung geram dan panas hati karena tidak rapi.
Ia segera menghadap kepala pekerja dan menunjukkan bata yang miring.
Bersamaan, datanglah rekannya untuk menilik proses pembangunan rumah milik pemuda.
Pemuda ini turut mengeluhkan kepada temannya.
Sebagai teman yang baik, ia mengajak pemuda yang sedang naik pitam untuk berbicara berdua.
Teman pemuda ini mengatakan, “ Kamu adalah orang yang mengharapkan semua baik, mengawasi dengan detail, tapi bila bata yang telah disusun dihancurkan kembali, kira-kira berapa dana untuk mengulangnya?
Satu bata mungkin tampak buruk, tapi ada 1000 bata lain yang tersusun rapi, teman. Sebab nila setitik rusak susu sebelanga. Namun, masih ada keindahan yang lain, bukan?”
Pemuda ini kemudian berusaha mencerna pandangan temannya. Tak salah menurutnya.
Ia tersenyum dan berterima kasih pada temannya dan melanjutkan pembangunan.
Keburukan memang lebih mudah untuk diingat dan dilihat lebih cepat.
Tapi bukan berarti karena keburukan kecil lalu meninggalkan keindahan besar yang tersimpan.
(Melina Ikwan)