Find Us On Social Media :

Suasana di Penjara Madiun yang Dipenuhi para Tahanan Politik ‘Korban Orde Lama’ Ketika Terjadi G30S

By Ade Sulaeman, Rabu, 20 September 2017 | 13:30 WIB

Intisari-Online.com – Rumah penjara yang terletak di Jl. Wilis, dipinggir bengawan Madiun di kota Madiun adalah suatu penjara kecil dimana “disimpan” tahanan-tahanan politik di zaman rezim Sukarno.

Penghuninya hanya terdiri dari 9 orang saja, yaitu sdr. Mohammad Rum, Anak Agung Gde Agung, Prawoto Mangkusasmito, Subadio Sastrosatomo, Mochtar Lubis, K.H. Isa Anshary, E.Z. Muttaqien, Muchtar Gazali, dan penulis kenang-kenangan ini.

Hari Jumat, tanggal 1 Oktober 1965, kira-kira jam 1 siang para tahanan sedang istirahat di kamar masing-masing.

“Ada kup di Jakarta. Saya dengar sepintas lalu dari siaran warta berita radio Malaysia,” demikian Muchtar Gazali datang berlari-lari menyampaikan berita tersebut ke kamar kami masing-masing.

Dengan segera kami menyetel pesawat radio di kamar masing-masing, diputar ke garis gelombang radio Jakarta.

Akhirnya, terdengar pengumuman-pengumuman yang ditandatangani eks. Letkol.

Untung mengenai tindakan-tindakan G-30-S itu, yang kemudian disusul dengan pengumuman-pengumuman tentang susunan nama anggota-anggota Dewan Revolusi ciptaan G-30-S tersebut.

Sudah menjadi satu kebiasaan, apabila terdengar sesuatu kejadian atau berita penting, para tahanan terus berkumpul.

Kami yang 9 orang itu segera berkumpul di kamar Agung. Kami mencoba menilai dan membuat analisa mengenai peristiwa dan situasi baru itu.

Pertanyaan yang menonjol pada saat itu ialah: Apakah situasi baru itu akan membawa akibat baik atau buruk untuk negara pada umumnya dan untuk kami sebagai tahanan-tahanan politik pada khususnya? Bahan-bahan untuk menilainya sangat kurang.

“Siapa ex. Letkol Untung? Masuk dalam kesatuan manakah dia, dan bagaimana orientasi politiknya? Siapa ex. Brigjen Supardjo dan nama-nama lainnya yang diumumkan sebagai pimpinan Dewan Revolusi itu?”