Beberapa bulan kemudian ia ditemukan meninggal di kamar mandi, karena terserang stroke.
Ketika para tetangga dan handai taulan melayat ke rumah duka, seorang kerabat jauh menggeleng-gelengkan kepala, melihat ada tanaman jagung di pekarangan samping rumah.
"Inilah penyebabnya!" serunya bernada menyalahkan, tapi juga sedih.
Namun, seorang kenalan lain menyanggah, "Ah, omong kosong! Meninggalnya karena stroke, kok!"
Perdebatan makin seru, karena beberapa pelayat membentuk blok.
Blok "yang tidak percaya" berpendapat, bahwa siapa yang "was, tewas" (yang khawatir akan celaka), sedang yang tidak, ya tidak.
Karena itu, sebaiknya tidak usah percaya. Jadi tidak bikin perkara!
Blok "yang percaya" menyanggah, bahwa almarhum juga tidak percaya, tapi toh tewas juga.
"Tapi ia percaya bahwa ia akan dipindahkan, kalau bertanam jagung," debat blok yang berkampanye agar tidak percaya tadi.
Salah seorang anggota blok lawannya mengakhiri perdebatan dengan tawaran yang disopan-sopankan, "Kalau tidak percaya, bagaimana kalau sampeyan sendiri menanam jagung di tempat yang salah seperti ini?"
(Wah! Ia bukannya membantu mencegah kecelakaan, tapi malah menantang untuk coba-coba bercanda dengan maut).
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR