Intisari-Online.com - Orang bilang, mencari tempat hiburan malam di Jakarta seperti mencari warung pecel lele. Ia ada di sepanjang jalan, baik yang remang-remang maupun yang terang benderang.
Pertanyaannya, tapi sejak kapan sebenarnya hal itu terjadi?
Ternyata sejak Batavia baru berdiri kisah tentang pelacuran sudah hadir di rumah-rumah bordil yang sudah tumbuh.
(Baca juga: Mural di Tempat Pelacuran Kota Pomperi Ini Ceritakan Kisah Prostitusi di Era Roma Kuno)
Leonard Blusse menuliskan ini dalam bukunya berjudul Persekutuan Aneh : Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di Batavia. Buku itu diterbitkan LKiS Yogyakarta.
Ia mencatat kota Batavia berdiri pada tahun 1619, dan tujuh tahun setelahnya, persisnya pada 1625, pelacuran sudah ada.
Dalam sebuah catatan di dewan kota, Hendrik menulis bahwa pada 13 Agustus 1625 ada seorang perempuan Pribumi bernama Maria datang menghadap dewan.
Ia mengadukan suaminya, Manuel yang memaksa Maria dan budak perempuannya untuk melacur.
Rupanya Manuel mengubah rumahnya jadi tempat pelacuran. Pelanggannya adalah pegawai VOC.
Lalu di tahun yang sama adapula rumah pelacuran milik Valdero. Ia memelihara budak-budak perempuan. Setiap hari para budak disuruh melacur. Penghasilannya sehari sekitar setengah riall. Atau paling tidak 3/8 riall.
Bahkan, masih dalam bukunya, Leonard Blusse menulis bahwa pada 1642 VOC mengeluarkan peraturan soal pelacuran. Tapi peraturannya tak jelas.
Dalam aturan itu disebut setiap keluarga Kristen dilarang mempekerjakan wanita pribumi sebagai pembantu. Lalu melarang mengundang perempuan baik-baik untuk berzinah. Tapi tak dijelaskan siapa perempuan baik-baik itu.
Semenjak aturan pelacuran muncul, rumah-rumah lacur pun menjamur. Hendrik E Niemeijer menjelaskan ini dalam bukunya berjudul Batavia Masyarakat Kolonial Abad XVII.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR