Dari tempat rahasia ini, yang dicari-cari oleh musuh, pemimpin-pemimpin kita menyampaikan pidato-pidatonya kepada rakyat Indonesia.
“Studio” lain terletak di Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sekarang. Dari tempat ini diadakan hubungan kawat dengan pemancar PTT di Bandung, alat yang terkuat pada waktu itu.
Berkat peralatan yang disiapkan secara mendadak ini “the Voice of Free Indonesia” dapat berkumandang di luar negeri.
Siaran-siaran “liar” ini diketahui oleh Kenpeitai Jepang. Tapi usaha mereka untuk menemukan pemancar-pemancarnya tak berhasil.
Juga di daeran-daerah telah bangkit kesadaran bahwa Pemerintah perlu segera menguasai radio.
Pada akhir bulan Agustus, Maladi, kepala jawatan radio di Solo mengirimkan surat-surat kepada pimpinan bangsa Indonesia di radio Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Jakarta.
Maksudnya mengajak mengadakan rapat bersama di Jakarta, yang harus dihadiri oleh segenap perwakilan dari studio-studio di Jawa. Rapat akan diselenggarakan pada tanggal 11 September.
Setibanya di Jakarta wakil-wakil dari berbagai kota itu menuju ke tempat kediaman Mr. Utoyo.
Diputuskan untuk mencoba menghadap Presiden. Pagi-pagi tanggal 11 September mereka menuju Pegangsaan Timur. Usaha gagal karena Presiden kebetulan sangat sibuk dan tidak mungkin menerima.
Delegasi radio diberl nasehat untuk menghadap Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo S.H. yang kebetelan pada sore hari tanggal 11 September itu juga akan mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil organisasi publisitet di Pejambon, gedung Deparlu sekarang.
Dari Pegangsaan Timur 56 delegasi menuju ke Studio Jakarta. Pada waktu petugas-petugas radio itu sedang berunding di sana, datang panggilan dari Kepala Bagian Umum Jepang, Okonogi. Maladi diminta saat itu juga menghadap di kantornya.
Okonogi marah-marah tanya, mengapa mereka berani datang di Jakarta dan mengadakan pertemuan dengan semua orang dari daerah tanpa izin terlebih dahulu dari hosokyoku-tjo masing-masing.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR