Sementara pemerintah Kanada mengirimkan satu pesawat Boeing C-17 untuk mengangkut logistik dan personel SAR, Rusia mengirimkan dua pesawat Ilyushin II-76 beserta 90 personel SAR, bantuan logistik, dan lainnya.
Sedangkan Indonesia mengirimkan dua pesawat Boeing 737-400 dan C-130 Hercules untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan dan keperluan evakuasi WNI yang berada di Nepal.
(Baca juga: Gempa Bumi Membuat Rotasi Bumi Melambat?)
Intinya semua negara yang terlibat dalam operasi kemanusiaan di Nepal terus bekerja bahu-membahu sampai operasi SAR itu dinyatakan berhenti.
Tujuan utama operasi SAR di Nepal adalah menyelamatkan korban hidup sebanyak mungkin kendati tantangannya berat karena setelah gempa hujan deras menyusul turun.
Hampir semua bangunan yang terkena gempa roboh karena dibangun dari bahan-bahan yang tidak tahan gempa sehingga mengakibatkan banyak korban masih tertimbun di bawah reruntuhan.
Infrastruktur jalan menuju kota dan sistem komunikasi juga rusak sehingga tim SAR bekerja dengan mengandalkan peralatan masing-masing.
Misalnya untuk pemetaan lokasi gempa mereka hanya mengandalkan mapping lokasi dari google, terbatasnya air dan sarana sanitasi, banyaknya penduduk yang kehilangan bahan makanan dan kelaparan juga mulai menimbulkan masalah baru.
Salah satu tugas yang menentukan keberhasilan tim SAR di Nepal adalah pemetaan lokasi bencana sehingga tim penyelamat yang terus tiba dari berbagai negara bisa ditempatkan secara merata.
Berdasar pemetaan lokasi yang terus diperbaharui secara on line dan disebarkan melalui media sosial serta transmisi satelit para tim SAR pun makin bisa bekerja sama secara terkoordinasi.
Selain itu untuk mencari korban lainnya dan menemukan infrastruktur jalan yang masih bisa dilewati tim SAR juga menggunakan drone sehingga proses evakuasi korban untuk dibawa ke rumah sakit yang berada di perkotaan menjadi lebih mudah.
Yang menarik cara kerja tim SAR internasoinal dalam proses pemetaan lokasi bencana, teknis distribusi informasi secara on line, dan penggunaan drone ternyata berdasarkan pengalaman ketika mereka menangani korban gempa di Indonesia dan Haiti.
(Baca juga: Gempa Diikuti Tanah Longsor Hebat Pernah Melanda Dasar Laut Bumi Ratusan Tahun Lalu)
Berdasar pemetaan (crisis mapping) itu, rencana dan penanganan darurat yang harus segera diambil terbukti bisa berungsi secara efektif dan efesien.
Keberadaan tim SAR yang terus berdatangan juga bisa diorganisir secara lebih baik dan tidak hanya menumpuk di suatu tempat saja.
Selain pemakaian sistem mapping dan penggunaan drone teknologi canggih lainnya juga turut menentukan penyelamatan korban di bawah reruntuhan bangunan. Teknologi itu berupa pendeteksi alat detak jantung yang mengendus detak jantung manusia pada kedalaman 10 kaki (sekitar 3 meter)
Teknologi canggih lainnya adalah perangkat berupa FINDER yang bisa mendeteksi korban hidup di bawah reruntuhan sehingga berkat keberadaan alat-alat itu peggunaan anjing pelacak bisa dikurangi.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR