Intisari-Online.com – Sebenarnya sejak dulu alam sudah memberikan solusi bagi berbagai macam penyakit manusia.
Sayang, karena tidak praktis – meski lebih aman – obat alamiah itu pelan-pelan tergusur oleh obat sintetis.
Namun, seiring dengan merebaknya efek sampingan obat-obatan sintetis, obat alamiah kini dilirik lagi.
“Batuk? Ambil saja umbut cangkuang (Pandanus furicatus) kemudian makan langsung mentah atau disekam dahulu dalam bara api (dibubuy)," ujar si pemandu lapangan di Citalahab saat melakukan survei tumbuhan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat.
Lain lagi dengan orang lindu (Sulawesi Tengah) yang menyarankan cukup dengan minum air rebusan daun balimoa (Blumea baisamifera) untuk mengobati batuk sekaligus asma.
Sementara itu, orang Pabera Manera (Sumba, NTT) menyatakan dengan meminum air perasan daun ripaita (Momordica charantia) derita batuk yang disertai demam akan hilang.
Di Bali, orang Sembiran mengetahui bahwa daun intaran (Azadirachta indica) berkhasiat untuk mengobati influenza.
Caranya, tumbuk daun tadi bersama-sama dengan bawang merah dan sedikit garam kemudian diperas. Air perasan ini kemudian diminum sedangkan ampasnya dibalurkan pada badan si penderita.
Heboh PPA
Begitulah, untuk batuk saja alam kita menyodorkan banyak alternatif. Masyarakat tradisionallah yang dengan kearifannya lemanfaatkan hal itu.
Sayang, semua itu seolah-olah dianggap peradaban kuno belaka.
Dalam belitan krisis, baru semua orang terhenyak saat harga obat-obatan sintetis modern melambung sangat tinggi.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR