Selama upacara kedua ini jenazah diarah dengan pikulan oleh ratusan orang dari rumah ke tempat upacara kedua.
Jenazah yang dibungkus kain merah dilapisi emas, diiringi oleh keluarga, janda almarhum, dan puluhan kepala kerbau jantan yang dihias siap untuk diadu.
Di tempat pesta Pak Markus, kami berjumpa dengan tiga orang bule. Dua wanita Jerman datang tanpa pemandu wisata.
Seorang pria Kanada datang dengan pemandu wisata yang fasih berbahasa Inggris dan Jerman.
Ketika kami datang, saya mendengar pemandu wisata bertanya kepada seorang turis asing, apakah mereka membawa sumbangan.
Rupanya mereka lebih siap dan ia langsung menyodorkan bungkusan kecil. Saya bingung apa yang harus saya berikan. Lalu saya memberi lembaran uang Rp10.000,- dengan perkiraan uang itu akan dikumpulkan.
Ternyata uang itu langsung dibelikan satu slof rokok kretek Gudang Garam yang dibagikan kepada para tamu. Jaringan pemasaran rokok memang hebat.
Kami diberi makanan kecil khas Toraja dan segelas air teh manis atau air putih.
Ketika makan siang mulai disajikan, kami pamit. Sajiannya nasi dalam bakul besar dengan lauk berwarna hitam yang agak kebasah-basahan.
Jenazah keluarga Kristen seperti Pak Markus atau penganut kepercayaan lut todolo (agama asli Toraja), tidak pernah dikubur dalam tanah.
Jenazah diletakkan dalam gua, gunung karang yang dilubangi atau di rumah kubur keluarga seperti Pak Markus.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR