Intisari-Online.com - Mereka adalah para biksuni Kung Fu, sekelompok perempuan dari sekte Buddha yang telah berusia sangat tua.
Mereka menggunakan bela diri Kung Fu untuk melawan diskrimasi gender serta membantu para wanita melindungi diri mereka dari pemerkosaan—yang sedang marak di India.
Para biksuni ini juga telah melawan tatanan Buddha yang telah bertahan cukup lama.
(Baca juga: Nenek 94 Tahun yang Jago Kung Fu Ini Punya Resep Menjaga Kesehatan yang Tak Terduga)
Menurut tradisi, tugas utama para biksuni adalah memasak dan bersih-bersih. Jangankan bela diri, mereka dilarang untuk berolahraga.
Tapi semua ini berubah sekitar satu dekade lalu ketika sebuah faksi berusia 1.000 tahun Yang Mulia Gyalwang Drukpa mendorong para biksuni untuk belajar Kung Fu.
Ceritanya, Gylwang Drukpa telah terinspirasi oleh ibunya untuk mengadvokasi kesetaraan gender. Para biksuni itu kemudian mengambil alih peran kepemimpinan dan mulai belajar tak hanya ajaran Buddha untuk jadi tukang listrik dan tukang pipa.
Para biksuni ini, terutama di Nepal dan India, memutuskan untuk berbuat lebih banyak lagi. Mereka memutuskan untuk membantu para wanita supaya bisa melindungi diri mereka dari perundungan, dari upaya pemerkosaan.
Biro Catatan Kejahatan Nasional India mengatakan bahwa 34.651 kasus perkosaan terjadi pada 2015 lalu—artinya, ada empat kasus perkosaan setiap jamnya—meningkat 43 persen dari 2011.
Selain itu, ada 82.422 serangan seksual, meningkat 67 persen dibanding periode yang sama.
Para aktivis mengatakan bahwa ini hanyalah puncak dari gunung es karena masih banyak korban yang takut melaporkan perkosaan yang mereka alami. Ada yang takut disalahkan, ada pula yang takut dipermalukan oleh keluarga dan masyarakatnya alih-alih mendapat dukungan dan perlindungan.
Jigme Wangchuk Lhamo (19) adalah satu dari sekian biksuni dan pelatih Kung Fu itu.
(Baca juga: Tongkat Selfie Jadi Senjata Baru Membela Diri, Sekolah di Rusia Mengajarkan Teknik Penggunaannya)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR