Apakah bentuk kopinya beda? Apakah ada pembohongan, kan tidak. Konsumen beras pun sama. Konsumen hanya perlu jaminan keamanan produk.
Mereka mau beli dengan harga mahal karena ada persepsi bahwa beras itu tidak dicampur beras plastik, tidak menggunakan pemutih dan bahan kimia lainnya.
Ini makanya konsumen mau membayar mahal.
''Beras premium menggunakan kemasan yang bagus dan ada semacam jaminan tidak lagsung. Apakah ini pembohongan kepada konsumen. Kalau menurut saya ini bukan pembohongan. Konsumen membayar kualitas, baik fisik maupun karena jaminan informasi. Diolah dengan baik, tidak pecah, tidak pakai pemutih dan dikemas dengan baik. Ya jadilah dia beras premium,'' terangnya.
Lalu apakah petani padi itu sudah sejahtera. Pemerintah berasumsi sudah memberikan subsidi ke petani padahal efektifitas subsidi tersebut dipertanyakan.
Dari berbagai riset tentang keefektifan subsidi, hasil penelitian Prof. Firdaus dengan bank dunia adalah dana subsidi yang sampai ke petani itu hanya 40 persen.
Apakah tidak ada cara lain untuk sejahterakan petani? Ada.
Pengalaman di Thailand dan Vietnam, mereka tidak melakukan subsidi input tetapi subsidi harga.
Kalau petani di kita ingin targetnya petani sejahtera, mereka tidak bisa jual beras dengan harga Rp3.700, tapi dengan harga Rp5.000. Namun, kalau petani jual di harga Rp5.000-an, maka harga beras medium di pasaran tidak bisa Rp9.500.
Maka kalau kita tetap beli di petani Rp3.700, supaya harga beras medium di pasar Rp9.000, maka petani disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp1.300 (subsidi output).
''Maka di Thailand harga berasnya bisa mencapai Rp6 ribuan untuk beras medium, beras premiumnya Rp 10 ribuan. Kita lebih banyak main di subsidi input (30 trilyun per tahun) untuk subsidi pupuk yang efektifitasnya bisa jadi tidak tinggi. Ini yang ke depan harus dipikirkan,'' ujarnya.
Dari sisi ekonomi, pemerintah tidak lagi menerapkan harga dasar tetapi menggunakan HPP.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR