Intisari-Online.com – Pejibaye terus dikaji dan ternyata bagus sekali untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman apa pula ini?
Simak tulisan Khudori, Pejibaye Tanaman Alternatif Kaya Gizi, yang dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 2000.
Sosoknya seperti pohon kelapa. Terutama bentuk dan susunan daun, serta batangnya. Tetapi ukuran batang ini lebih kecil daripada batang kelapa, sehingga lebih menyerupai batang pinang. Begitu juga buahnya. Mirip sekali dengan buah pinang. la memang masih tergolong keluarga Palmae.
Bagi masyarakat Indonesia, nama "pejibaye" masih asing. Maklum! la memang baru tampil di muka umum pada awal Mei 1999 yang lalu, pada pertemuan teknis Bioteknologi Perkebunan Indonesia di Bogor.
Baca Juga : 7 Makanan Penyebab Kanker: Pahami Sumbernya Demi Kesehatan Anda!
Bersekongkol
Seperti laiknya tanaman keluarga Palmae, pejibaye Bactris gasipoes juga tidak keberatan ditanam di lahan kurang subur, asal daerah lahan itu lumayan tinggi curah hujannya (1.900 - 6.000 mm/tahun). Bisa di dataran rendah, bisa juga di pegunungan sampai ketinggian 800 m di atas muka laut.
Mengapa pejibaye mau saja ditanam di lahan yang kurang subur? Ternyata ia bersekongkol dengan cendawan mikoriza yang membantu penyerapan hara tanah.
Jadi, lahan yang miskin pun masih bisa "diisap" haranya dengan baik. Kedua komplotan itu seperti hidup di lahan subur.
Pejibaye bukan tanaman asli Indonesia, tetapi jenis introduksi dari kawasan hutan Amazon di Brasil, Amerika Selatan, dan hutan hujan tropik Costa Rica, Amerika Tengah.
Baca Juga : Hati-hati! Alih-alih Menyehatkan, 5 Makanan Bergizi Ini Justru Bisa Berubah Menjadi Racun
Pada tahun 1985 ia mulai diperkenalkan oleh FAO kepada Indonesia sebagai bahan penelitian di Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP) Bogor. Organisasi pangan dan pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa ini memberi mandat kepada UPBP untuk mengembangkan pejibaye di Indonesia.
Alasannya, iklim, jenis, dan kondisi tanah asal tanaman itu tidak jauh berbeda dengan keadaan di Indonesia.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR