“Sentuhannya dilebih-lebihkan, kuat, yang artinya sangat menyakitiku … aku seperti anak kecil, menangis karena ingat ibu,” tulis Murad lagi.
Sudah begitu, Murad tak pernah luput dari hukuman. Salman tidak senang dengan caranya membersihkan rumah. Salman juga akan sangat marah jika Murad menangis saat ia memperkosanya.
Lebih dari itu, Salman juga mengancam Murad jika berani melarikan diri.
Dan itu benar-benar ia lakukan saat mengetahui Murad beberapa kali mencoba melarikan diri dengan cara mengenakan jubah yang biasa dikenakan perempuan muslim.
Seminggu kemudian, Murad dikirim ke enam laki-laki lainnya dan memperkosanya serta memukulinya, sebelum diserahkan kepada laki-laki lain yang berniat membawanya ke Suriah.
Tapi pertama-tama, laki-laki itu harus membelikannya lebih banyak pakaian. Mau tidak mau, ia harus meninggalkannya dalam beberapa hari.
Dan kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh Murad untuk melarikan diri. Pertama-tama ia mencoba mendobrak pintu depan, gagal. Ia mencobanya lagi lebih keras, dan akhirnya berhasil.
Entah kenapa, si laki-laki yang hendak membawanya ke Suriah itu membiarkannya tidak terkunci di rumah sendirian.
Setelah berhasil mendobrak pintu, Murad terus berjalan dan tak mau berhenti. Ia mengenakan pakaian abaya, dengan wajah tertutup laiknya perempuan muslim pada umumnya, dan, bagaimanapun juga, ia tetap sangat ketakutan.
“Jika ada Sunni yang mau menolongku, pastinya adalah Sunni yang miskin,” ia beralasan.
Setelah jauh berjalan, ia melihat sebuah rumah yang bangunannya mirip dengan rumahnya di Kocho. Ia mengetuk pintu rumah itu.
“Aku mohon, bantu aku,” katanya, tidak tahu apakah akan diselamatkan malah justru akan dihancurkan.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR