Baca Juga : Cerita para Istri Terpidana Kasus Marsinah:
Dan itu bisa menimpa siapa saja, termasuk pada kaum lelaki sekalipun.
Selain penulisannya yang memakan waktu lama, latihan untuk pentas itu pun membutuhkan waktu 5 bulan.
Sebelum berlatih, Ratna dan teman-temannya bahkan menyempatkan
diri ke Nganjuk, Jawa Timur, untuk berziarah dan mengunjungi keluarga Marsinah untuk meminta izin atas pemakaian nama Marsinah.
Setelah berlarut-larut, atas kasus pembunuhan Marsinah, pada September 1997, Kepala Kepolisian RI menutup kasus itu dengan alasan bahwa DNA Marsinah dalam penyelidikan telah terkontaminasi.
Baca Juga : Mun'im Idries: Buruh Marsinah Mati Ditembak Aparat
Segera setelah penutupan kasus, Ratna menulis monolog "Marsinah Menggugat" untuk dipentaskan dalam sebuah tur ke sebelas kota di Jawa dan Sumatera.
Monolog ini kemudian dianggap sebagai karya provokatif dan tak jarang dibubarkan oleh pasukan anti huru-hara di beberapa kota saat dipentaskan.
Hal itu membuat rumah Ratna terus diawasi intel.
Baca Juga : Semakin Panas! Militer China Menantang AS dan Hampir Menabrak Kapalnya di Laut China Selatan
Semakin kecewa dengan tindakan otokratik Orde Baru Soeharto, selama pemilihan umum 1997 Sarumpaet dan kelompoknya memimpin protes pro-demokrasi.
Hingga akhirnya, pada Maret 1998, Ratna Sarumpaet ditangkap atas salah satu aksinya untuk kemudian dijebloskan ke penjara. Ia menjadi aktivis terakhir yang dipenjara Orde Baru sebelum Soeharto lengeser pada Mei 1998.
Setelah 70 hari dalam kurungan, sehari sebelum Suharto resmi lengser, barulah Ratna Sarumpaet dibebaskan.
Baca Juga : Curhat Cak Munir tentang Maling yang Kembalikan Motornya Setelah Tahu Ia Pembela Rakyat Kecil
Source | : | Majalah Nova edisi September 1994 |
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR