Umumnya, nama mereka Kim dan Chow. Tak sedikit juga yang bernama Barat, seperti Anna, Doris, Joice, atau Lisa. Yang ditugaskan mendampingi saya bernama Chouw, tapi saya "baptis" pemuda ganteng itu dengan panggilan Danny.
Baca Juga : Terungkap! Inilah Alasan Banyak Pasangan yang Menggantungkan Gembok di Namsan Tower di Seoul, Korea Selatan
la senang pakai topi pet, tapi saat bertugas resmi ia harus melepasnya. Rupanya, bagian depan kepalanya botak.
Ruang tunggu di Bandara Inch'ong, Seoul, nyaman sekali. Hah?! Tiba-tiba saya melihat dua tentara muda berseragam biru tua mondar-mandir dengan senapan laras pendek, yang larasnya mengarah ke bawah.
Baru saya sadari, waktu itu Korea Selatan tengah bersitegang dengan Korea Utara. Letak Seoul tak jauh dari perbatasan.
Sewaktu menunggu bus jemputan menuju Andong, saya bertemu dua orang peserta konferensi. Seorang pria Thailand bernama Udongsak, dan Ingrid wanita kulit putih asal Cook Island. Ingrid yang kemudian menemani saya di dalam bus.
Baca Juga : Jika Korut Sampai Menyerang Korsel Menggunakan Ribuan Roket, Bisa-bisa Seoul Jadi Neraka
Supir busnya sangat ramah, walau bahasa Inggrisnya pas-pasan. Anehnya, sewaktu singgah di pemberhentian untuk istirahat, yakni suatu tempat yang dipenuhi toko-toko perbelanjaan, ia malah mentraktir kami berdua dua kaleng kopi susu. Agaknya ia tahu, kami belum punya uang won.
Tonggak seram
Perjalanan empat jam menuju Andong, panorama sungguh indah. Berbukit-bukit, dan jalan tol beberapa kali menerobos terowongan. Pada beberapa bagian menghampar persawahan, diseling perkebunan apel dan kesemek, juga sayur mayur.
Dari kejauhan saya melihat tonggak-tonggak dari kayu atau batu yang dipahat, mirip tonggak totem (totem pole) orang Indian di Amerika Utara. Tonggak itu dipahati wajah-wajah seram, disebut jongseung, yakni tonggak penjaga atau tonggak roh, yang dipancangkan di muka atau di jalan menuju pintu gerbang sebuah kuil.
Baca Juga : Makin Mantap Ingin Berdamai, Kim Jong-un Kirim Hadiah Senilai Rp19,8 Miliar kepada Korea Selatan
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR