Advertorial

Begini Cerita Awal Mula Fanatisme dan Rivalitas antara Persib vs Persija Terbentuk Menurut Eko Maung

Intisari Online
,
Aulia Dian Permata

Tim Redaksi

Kisah rivalitas antara Persib dan Persija rupanya sudah mulai terbentuk di awal tahun 2000. Ini kisah menurut Eko Maung mengenai rivalitas ini.
Kisah rivalitas antara Persib dan Persija rupanya sudah mulai terbentuk di awal tahun 2000. Ini kisah menurut Eko Maung mengenai rivalitas ini.

Intisari-Online.com - Berdasarkan penelusuran Warta Kota dari berbagai sumber, permusuhan antara Jakmania dan suporter Persib (Bobotoh dan Viking), sebenarnya bermula sejak tahun 2000 atau liga indonesia ke 6.

Ada pula cerita cukup lengkap di situs simamaung.com yang ditulis Eko Maung.

Eko Maung menceritakan secara lengkap bagaimana posisi perseteruan para suporter dimana Jakmania tadinya sama sekali tak dipandang.

Lalu kemudian datanglah Gugun Gondrong dan Sutiyoso yang kemudian membangun fanatisme Jakmania dalam tataran sisi positif.

Baca Juga : Sudah 7 Korban Meninggal Akibat Rivalitas Persib vs Persija, Jangan Ada Lagi Slogan Nyawa Dibalas Nyawa

Inilah tulisan lengkap Eko Maung di simamaung.com berjudul 'Arena Bobotoh: Meluruskan Kekeliruan Sejarah (Viking vs Jakmania)'

Di era teknologi informasi dan semua orang begitu mudah mendapatkan informasi utamanya melalui media-media sosial dan media online, karena diterima secara masiv dan cepat, maka seringkali hal-hal yang sesungguhnya keliru menjadi dianggap benar dan semakin disebarluaskan.

Maka sebelum membahas perseteruan antara kedua kelompok suporter, ada baiknya kita meluruskan persepsi yang belakangan semakin keliru dan mengganggu.

Pertama adalah kekeliruan mengenai sejarah klub itu sendiri, banyak media baru yang menganggap dan meyakinkan banyak orang bahwa PERSIB vs Persija adalah laga klasik, bergengsi yang sejak dulu tak hanya seru didalam lapang namun juga luar lapang dan melibatkan banyak hal termasuk perseteruan suporter semenjak jaman perserikatan.

Baca Juga : Gegara Hal Ini Haringga Ketahuan Mendukung Persija dan Dikeroyok Oknum Bobotoh Hingga Tewas

Kenyataannya adalah: duel klasik yang melibatkan massa besar dan suporter fanatik serta layak disebut musuh bebuyutan bagi PERSIB diera perserikatan adalah laga-laga menghadapi duo ayam, yaitu Ayam Kinantan (PSMS Medan) dan Ayam Jantan Dari Timur (PSM Makasar)+bolehlah kita masukkan juga Persebaya Surabaya sebagai seteru.

Ya!, Bandung, Medan, Surabaya, dan Makasar adalah 4 kota yang dapat kita katakan memiliki tradisi sepakbola yang mengakar, maka tak heran suporter sepakbola ini mencakup 3 generasi (Kakek, Ayah , Anak).

Ini berbeda dengan kota-kota lain yang memiliki suporter yang identik dengan kelompok suporter (biasanya memiliki embel-embel mania dibelakangnya), bisa dipastikan eksistensi suporter jenis ini adalah trend yang menjamur diera pasca kompetisi perserikatan, termasuk Jakmania.

Sehingga adalah kekeliruan besar bagi mereka yang mengatakan laga Persija vs PERSIB adalah laga klasik yang melibatkan suporter kedua tim selama puluhan tahun, dan lebih gilanya lagi ada juga media yang menyesatkan umat dengan mengatakan bahwa kandang Persija diera perserikatan adalah stadion Senayan, padahal kandang Persija diera perserikatan adalah stadion Menteng yang sekarang telah digusur.

Baca Juga : 5 Fakta Kasus Suporter Tewas Dikeroyok Jelang Laga Persib vs Persija di Gelora Bandung Lautan Api

Jika dikatakan bahwa Persija Jakarta pernah menjadi tim bagus diera perserikatan, ya itu betul karena mereka memang memiliki masa-masa itu tapi tetap harus diingat bahwa prestasi bagus Persija dimasa lalu tidak berbanding lurus dengan jumlah massa pendukung mereka.

Sebelum lahirnya Jakmania penonton laga Persija hanyalah simpatisan-simpatisan dan keluarga pengurus yang jumlahnya tentu tidak seberapa.

Perlu diketahui juga oleh para bobotoh muda bahwa jika membicarakan tim Jakarta yang layak diperhitungkan saat kita berbicara era awal liga Indonesia maka tim itu adalah tim Pelita Jaya Jakarta.

Mereka memiliki kelompok pendukung bernama the Commandos yang identik dengan anak-anak kaya, cewek-cewek cantik, yang tentu saja jumlahnya sangat-sangat sedikit, bahkan stadion mini mereka yaitu stadion Lebak Bulus pun tak pernah penuh jika Pelita Jaya bermain.

Kembali ke Persija, diawal era liga Indonesia (sekitar tahun 1994-1995), Persija dapat dikatakan tim yang tak diperhitungkan, minim dana, pemain-pemain gurem, stadion Menteng yang kurang perawatan dan selalu sepi.

Satu hal yang perlu diingat bahwa warna tim Persija adalah merah bukan oranye seperti sekarang.

Semua berubah sekitar tahun 1997, adalah seorang Gugun Gondrong sebagai pelaku utamanya.

Dalam sebuah memoar yang saya ingat dia pernah mengatakan cukup gerah dengan ke Jakartaan kota Jakarta yang semakin tersingkir oleh pendatang, salah satu parameternya dari kehadiran penonton sepakbola saat Persija bermain.

Jika Persija menjamu PSMS, yang memenuhi Stadion Menteng pastilah orang batak. Jika menjamu PSIS atau Persebaya pastilah orang Jawa yang mendominasi, begitupun saat meladeni PERSIB, pastilah urang sunda yang menyesaki Menteng.

Baca Juga : Hal Sepele Ini Ternyata Gejala Awal Diabetes, Kenali Sebelum Parah

Gugun mulai menyentuh sisi emosional orang-orang yang sehari-hari hidup di Jakarta bahwa saatnya menanggalkan klub daerah masing-masing dan mendukung tim di mana mereka beraktivitas yaitu Persija.

Dan tentu saja bukanlah hal mudah untuk menyentuh sisi emosional ini, apalagi memaksa seseorang untuk mendukung salah satu tim sepakbola.

Hal ini perlu dirangsang dan disambut oleh Sutiyoso yang membutuhkan “kelompok sayap” untuk menopang kekuatan politisnya.

2 yang paling menonjol menurut saya adalah upaya Sutiyoso untuk menggandeng Jakmania dan FBR, saya tak taulah tentang FBR, namun untuk Jakmania saya tahu bahwa mereka dirangsang dengan tiket-tiket gratis bahkan disediakan hingga tingkat kelurahan.

Upaya rekayasa membangun fanatisme ini diupayakan juga dengan angkutan-angkutan umum gratis seperti metromini yang menjemput dan mengangkut mereka ke stadion.

Sungguh berbeda dengan fanatisme alami ala bobotoh yang harus mencari setengah mati tiket-tiket berharga mahal dan susah payah mencapai lokasi pertandingan.

Pasca sentuhan Sutiyoso inilah Persija dan suporternya bertransformasi memasuki era baru yang membuat mereka diperhitungkan.

Berbicara mengenai pembangunan suporter, Jakmania pun tentunya memerlukan rujukan dan konon kota Bandunglah yang mereka jadikan rujukan,

Maka tak perlu heran jika pengurus-pengurus Jakmania pada awalnya justru sering berkunjung ke bilangan gurame di kota Bandung untuk “belajar”, tepatnya di markas salah satu kelompok bobotoh yaitu Viking.

Baca Juga : Gara-gara Mengisi Baterai HP Semalaman, Tangan Wanita ini Terbakar

Maka tak perlu heran jika pada awalnya pengurus kedua kelompok suporter ini sebenarnya saling mengenal dan jauh dari bayangan keadaan saat ini.

Lebih jauhnya saya tak ingin terlalu banyak menulis mengenai ini karena saya hanya mendengar sepotong-sepotong saja dan khawatir itu pun tidak valid seutuhnya.

Oleh karena itu saya ingin langsung beranjak kepada salah satu momentum yang saya alami sendiri yaitu bentrokan pertama suporter PERSIB dengan Jakmania.

Saya sengaja mengatakan “suporter PERSIB”, dan bukannya menyebut Viking ataupun bobotoh karena konon yang terlibat dalam bentrokan ini bukanlah anak-anak Viking tapi menyebut bobotoh pun tak elok karena dapat menyeret dan menggeneralisir.

  • Gesekan pertama
Gesekan pertama terjadi sekitar tahun 1999 di Siliwangi Bandung.

Saat itu Persija yang disuntik dana besar oleh Sutiyoso hadir dengan materi-materi terbaik di masanya seperti Luciano Leandro, Dedi Umarella dll, sedangkan PERSIB bermaterikan pemain-pemain veteran dan lokal yang tak terlalu mentereng namanya.

Luar biasa animo bobotoh dalam laga ini. Saya ingat betul saat itu sulit sekali untuk mendapatkan tiket tribun timur.

Dulu Viking masih menguasai tribun selatan, dan elemen-elemen bobotoh yang menjadi cikal bakal BOMBER masih tersebar seperti stone lovers, suporter forever, BFT, Provost PERSIB, Vorib, robokop, Casper, tiger fortune dll.

Saat itu puluhan ribu bobotoh masih tertahan di luar tak dapat masuk stadion, sementara suasana di dalam stadion pun semakin tak nyaman karena penonton berdesakan.

Baca Juga : Karang Gigi Rontok Cukup Dengan Bahan Alami Ini, Cepat dan Mudah!

Saat itulah tiba-tiba banyak bus mendekat ke area stadion, mereka adalah bus-bus yang membawa Jakmania, kalau tidak salah ada sekitar 7 bus, cukup banyak memang karena gratisan dan disupport dana oleh Sutiyoso.

Terbayang apa yang terjadi, disaat “penduduk asli” yaitu suporter tuan rumah pun emosi karena tidak dapat masuk stadion, tiba-tiba datanglah “tamu tak diundang” dari ibukota, dengan gaya yang mungkin dianggap kurang berkenan maka terjadilah gesekan itu.

Saya kurang tau persisnya namun beberapa bus memutar ke arah jalan Menado dengan kaca-kaca pecah dan terdengar kata-kata makian.

Alkisah PERSIB kalah hari itu, kericuhan terjadi di dalam dan di luar stadion.

Saya ingat benar saat itu Luciano Leandro kepalanya bocor terkena lemparan batu, dan musim itu adalah musim dimana jerseynya sangat saya suka yaitu apparel Reebok yang elegan dan simpel.

Harga originalnya di toko olahraga berkelas di BiP sekitar Rp. 79.000,00 , harga yang terbilang cukup mahal pada saat itu.

  • Gesekan berlanjut
Di masa itu PERSIB memang kurang bersinar, nama besar dan loyalitas bobotoh-nya lah yang membuat PERSIB tetap disegani.

Di antara keredupannya itu, tetap ada satu nama yang mampu menjada track PERSIB sebagai penyuplai pemain untuk tim nasional setelah berakhirnya era Robi Darwis, satu-satunya pemain PERSIB yang tetap dipanggil oleh tim nasional itu adalah pemilik VO2MAX tertinggi di timnas pada saat itu, salah satu pemain favorit penulis, dia adalah Yaris Riyadi.

Baca Juga : Ini 5 Rahasia Trik Sulap yang Sering Ditampilkan Ilusionis di Televisi

Dengan adanya satu wakil PERSIB di timnas maka sudah menjadi alasan yang cukup kuat bagi bobotoh untuk tetap setia memberi dukungan kepada tim merah putih, terutama saat berlaga di GBK, dan diantara mereka yang rajin nonton timnas adalah anak-anak Viking Jabodetabek (sekarang kan memekarkan diri menjadi vkg bekasi, bogor dsb).

Nah konon katanya, euceuk, ceunah, meureun, sejak kejadian bentrok di Bandung itu, anak-anak Jakmania mulai melakukan intimidasi dan gangguan-gangguan serius kepada anak-anak Viking jabodetabek ataupun para penonton asal Bandung.

Alkisah makin lama makin hot dan dibalas pula dalam setiap kesempatan meskipun itu diluar laga PERSIB vs Persija.

Salah satu yang saya ingat adalah gangguan yang ditujukan pada Jakmania ketika Persija bertandang ke kandang Persikab di stadion Sangkuriang Cimahi.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa peletup dan momentum yang membuat pertikaian ini semakin membara dan sulit padam adalah kejadian setelah kuis siapa berani di Indosiar.

Saat itu anak-anak Viking yang tampil sebagai juara kuis rupanya telah diincar dan siap dihabisi sejak mulai studio hingga jalan tol, insiden terhebat adalah di pintu tol Tomang, anak-anak Viking di hajar habis-habisan dan ya begitulah tak perlu diceritakan secara detail.

Bentrokan terhebat yang terjadi pasca insiden kuis siapa berani terjadi sekitar tahun 2001.

Saat itu PERSIB dijamu Persija di GBK Jakarta, kebetulan saat itu isu-nya masih terbatas Viking dan Jakmania, belum bobotoh ataupun suporter PERSIB secara keseluruhan.

Baca Juga : Ngeri! Inilah Proses yang Akan Terjadi pada Tubuh Setelah Dikubur hingga Hilang Menyatu dengan Tanah

Saya masih ingat saat itu anak-anak Viking berangkat menggunakan banyak bus, sedangkan Bobotoh lain berangkat menggunakan banyak mobil pribadi,termasuk saya yang memilih menggunakan minibus bersama kawan-kawan.

Jika tak salah dulu kami masih menggunakan jalan via Puncak belum Cipularang, semua masih tertawa-tawa hingga kami memasuki tol dalam kota Jakarta.

Disamping kami di jalan reguler melaju sejajar sebuah metromini sarat Jakmania yang terus menunjuk-nunjuk kami dan meneriaki mobil kami, saat itu atmosfer permusuhan belum separah sekarang sehingga ya berani-berani saja tetap kibar bendera biru dan memakai baju PERSIB.

Karena yang punya masalah kan Viking dan Jakmania, sedangkan kami yang tidak bergabung dengan rombongan seharusnya aman, itu cara pikir bobotoh kebanyakan.

Karena beberapa mobil plat D didepan pun tak melepas bendera PERSIB mereka, dan rupanya itu adalah ide buruk…sangat-sangat buruk.

Lepas dari tol, mobil kami beserta 2 mobil lainnya dikejar oleh ratusan Jakmania. Segeralah gas ditancap dengan maksud melarikan diri, namun tak diduga macet luar biasa di depan TVRI.

Mobil kami terhenti dan segeralah Jakmania mengerubungi mobil kami, bunyi keras sekali entah apa yang mereka gunakan untuk menghajar bodi mobil dan kaca, pendek cerita, kaca mulai pecah dan rontok.

Kawan-kawan yang duduk paling dekat dengan jendela pun terkena pukulan langsung.

Saya masih ingat andai TUHAN tak segera menolong kami saat itu mungkin kami akan menjadi bulan-bulanan paling parah ya mati dan saya tak mungkin menulis tulisan ini.

Baca Juga : Dunia Sudah Kecanduan Mi Instan, Indonesia Ranking 2 Paling Banyak Makan Mi Instan

Pertolongan TUHAN itu adalah ketenangan luar biasa dari sang sopir, meski darah mengalir dari kepalanya dia tetap dapat melihat jalan kecil sisa galian kabel di tepi jalan dan segera melewati jalan itu, terlewatilah masa-masa yang tak akan pernah kami lupakan itu.

Kami dipandu oleh salah seorang Viking jabotabek bernama Agus Rahmat dan segera mengamankan diri ke area lapangan hoki, sementara yang lain mencoba menghentikan pendarahan dan melakukan pertolongan pertama.

Sementara itu menurut kabar anak-anak Viking pun terlibat bentrokan hebat dan tak dapat masuk stadion.

Bentrokan terjadi di luar dan dalam stadion karena beberapa kawan yang bisa masuk stadion (konon mereka ini adalah anak-anak jabodetabek) berada dalam jangkauan Jakmania sehingga polisi menembakkan gas air mata untuk menghalau the Jak.

Imbasnya sampai ke lapangan, konon Aceng Juanda cs pun bergelimpangan di lapangan hijau akibat gas airmata ini.

PERSIB kalah 0-3 dan bagi sebagian orang yang menjadi korban insiden pada hari itu, mereka telah menemukan alasan untuk menyatakan perang seumur hidup kepada Jakmania.

Slogan-slogan permusuhan pun mulai marak dan menjadi komoditas ekonomi untuk dicetak pada kaos-kaos suporter.

Penulis adalah bobotoh yang berkhidmat dengan akun twitter @ekomaung.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Tulisan Eko Maung Beri Gambaran Bagaimana Fanatisme Jakmania Dibentuk Sutiyoso

Baca Juga : Hatschepsut, Sang Wanita Firaun yang Membangun Kuil Makamnya Sendiri

Artikel Terkait