Baca Juga : Des Alwi: Jadi Anak Revolusi Berkat Hatta & Sjahrir
Padahal, sejak pergerakan kemerdekaan sampai masa revolusi (1945 - 1950), ideologi kiri yang secara umum disebut sosialisme (dengan berbagai variannya) ini sempat menjadi ideologi favorit para pendiri republik.
George McTurnan Kahin, salah seorang perintis studi Indonesia di Amerika Serikat (muridnya antara lain pakar terkemuka Ben Anderson, Ruth McVey, Takashi Siraishi, dan Taufik Abdullah) berada di wilayah Indonesia pada saat-saat genting pasca kemerdekaan.
Kahin mengamati, para perintis kemerdekaan kita memang cenderung tertarik kepada sosialisme.
"Sebagian besar pemimpin Republik mempunyai komitmen yang kuat untuk menciptakan keadilan sosial, dan kemerdekaan dianggap sebagai prasyarat yang tidak dapat ditawar," ungkap Kahin.
Kahin menambahkan, "Para pemimpin PNI dan PSI yang dipimpin Sjahrir menganggap diri mereka sebagai penganut sosialisme... Dalam berbagai tingkat, secara ideologis mereka itu memilah-milah dan meramu serta tidak bersifat doktriner dalam menganut sosialisme.
Soekarno .... menganggap dirinya sebagai seorang sosialis, demikian pula Hatta, yang menekankan pentingnya ditegakkan ekonomi campuran … mencakup komponen koperasi yang besar, dengan memberikan tempat bagi campuran kapitalisme berskala kecil.
Kedua pemimpin itu menekankan kepada gaya kesesuaian Islam dan sosialisme. Hal itu juga merupakan pandangan Natsir, Roem, dan Sjafruddin Prawiranegara yang menganggap diri mereka sebagai kaum sosialis religius."
Yang menjadi pertanyaan, mengapa ketika revolusi dan tahun-tahun setelah itu, sangat sedikit kemajuan yang diperoleh oleh jalan sosialisme itu? Kahin mencoba memberi jawaban. Pertama, karena Rl sedang berperang menghadapi Belanda.
Kedua, sebab terjadi kehancuran berbagai prasarana seperti perhubungan dan komunikasi pada masa PD II dan revolusi, sehingga diperlukan sejumlah besar modal asing untuk memulihkan prasarana fisik tersebut dan membangun kembali ekonomi negara.
Baca Juga : Tan Malaka yang Berjuang dengan Berganti-ganti Nama Akhirnya Meninggal di Tangan Kawan Seperjuangannya
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR