Intisari-online.com - Dalam menelusuri napak tilas dan rekam sejarah tumbuhnya kawasan Gunung Kemukus, ada sisi lain yang tak pernah diketahui orang.
Di tengah anggapan yang menyebut masyarakatnya banyak bekerja di sektor hiburan malam, karaoke, hingga penjual miras, nyatanya ada yang menjalani "kehidupan normal" di sini.
Keluarga Mbah Parjan misalnya.
Ia dan putranya, Wahyono, mengaku tinggal di sana dengan menggantungkan hidup sebagai seorang petani.
Baca Juga : Kegigihan Anthony Ginting Bikin Hati Wanita Tersentuh, Inilah Surat Cinta dari Volunter China
Sama halnya dengan keluarga Mbah Parjan, penduduk asli di kawasan Kemukus sebagain juga hidup dengan cara bertani.
Namun itu hanya segelintir, misalnya dari 5 RT hanya 1 atau 2 RT yang bekerja sebagai bertani, atau menjual bunga untuk peziarah.
Di tengah keberagaman dan kondisi masyarakat Kemukus yang acap kali dipandang negatif, beberapa penduduk lokal justru menentang hal itu.
Salah satu warga misalnya pernah bilang, “Sebenarnya, ya saya ini penginnya kawasan ini jadi kawasan wisata yang sehat dan tidak ada praktik prostitusi.”
“Kalau saja bisa, saya ingin kawasan gunung Kemukus ini menjadi tempat wisata yang sehat misalnya ada tempat untuk anak-anak, atau tempat yang layak di kunjungi oleh orang-orang umum,” tambahnya.
Beberapa orang di sekitar ada yang menginkan perubahan, namun di sisi lain, pertumbuhan Industri prostitusi di tempat itu juga tak bisa dihapuskan dengan mudah.
“Kalau prostitusi di tempat ini dihapuskan, ya mungkin banyak penduduk yang kehilangan pekerjaanya, namun jika ingin dihapuskan pemerintah juga harus menggantinya dengan lapangan pekerjaan yang layak,” ucap Endro, Ketua RT 3 di kampung tersebut.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR