Bagi orang miskin sekalipun, daging lebih murah dari makanan lain seperti sayur segar yang memang barang mewah di sana.
Pukul lima sore, waktu mate lagi, di rumah atau di tempat kerja. Makan malam biasanya terdiri dari slada, sisa daging yang sudah dingin, telur atau pasta. Spaghetti dan mi, juga tidak mahal dan disukai orang, karena mereka kebanyakan turunan Italia.
Argentina tanpa daging bukan Argentina lagi. Setiap pemerintah yang berniat untuk mengurangi konsumsi daging domestik agar lebih banyak bisa diekspor menjadi pemerintah yang tidak populer.
Orang Argentina rata-rata setahun menghabiskan hampir 100 kilo daging seorang. Biarpun ada krisis ekonomi, inflasi dan resesi, konsumsi daging per kapita naik dari 88.5 kilo tahun 1970 menjadi 97 kilo tahun 1976.
Sejak Argentina menjadi negara, rakyatnya memang suka makan daging. Jumlah ternak 60 juta ekor, jumlah rekor didunia. Dan ini berarti sekitar seekor untuk setiap dua setengah penduduk.
Baca Juga : Meski Kalah Dalam Pertempuran, Pasukan Argentina Malah Dipuji Pasukan Elite Inggris yang Menaklukkanya
Pada hari minggu sering tampak kelompok yang paling sedikit terdiri dari 20 orang berkumpul- kumpul di taman rumah, taman umum atau di daerah pedesaan untuk ramai-ramai memanggang daging.
Untuk 20 orang itu tuan rumah paling sedikit harus menyediakan 10 kilo iga atau pinggang untuk dibakar di atas arang. Sebelum daging itu siap, para tamu sudah menghabiskan banyak sosis, roti manis, kue, sedangkan anggur bisa ambil sendiri dari tong.
Sayurnya terdiri dari tomat, slada dan bawang. Biasanya tidak ada dessert, tetapi mate akan disajikan sebagai minuman penutup.
Pesta makan keluarga ini tidak mengurangi bisnis restoran. Pada hari biasa bistro, pizzeria, grills dan tempat makan lain di Buenos Aires selalu penuh sesak. Menurut sebuah majalah bisnis mereka menyediakan tempat untuk 75 ribu tamu sekaligus.
Baca Juga : Demi Tangkap dan Hukum Sendiri Penjagal Warga Yahudi, Mossad ‘Obrak-abrik’ Argentina
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR