Sebelum mencapai umur 50 tahun, ia sudah memiliki rumah besar yang terpisah dari tokonya.
Rumah yang mempunyai altar untuk memuja para dewa dan moyangnya, rumah yang penuh perabot berukiran halus dan bercat keemasan.
Kalau kebetulan Anda datang bersama istri, ia akan memperkenalkan istri Anda kepada istrinya-yang bertaburkan intan dan berpakaian warna-warni.
Dia akan menceritakan kepada Anda perihal pemakaman ayahnya yang menelan biaya lebih dari 3.000 ponsterling.
Lalu dia akan meminta saran Anda perihal sampanye dan juga rencananya mengirim putranya ke Eropa dengan salah satu dari sekian banyak kapalnya. Setelah putranya melihat dunia, ia akan memasukkannya ke Universitas Leiden.
Baca Juga : Sewaktu Bang Ali Sadikin Mengatur Betawi (2):
Mesti mandi setiap hari
Batavia yang panas, orang-orang Belanda mulanya membuat rumah bertingkat di tepi kanal seperti di tanah airnya.
Mereka juga mempertahankan mantel dan pakaian beludrunya, tidak peduli matahari luar biasa teriknya. Tidak heran kalau sedikit saja yang bisa pulang selamat ke Belanda.
Kemudian mereka insaf bahwa di negeri yang panas ini, yang mereka perlukan adalah rumah yang teduh dan sejuk.
Jadi mereka membuat bungalow, bukan rumah bertingkat. Kelilingnya kerap diberi beranda supaya teduh.
Untuk memasuki rumah, kita menaiki beberapa anak tangga dulu, lalu kita tiba di serambi yang disangga pilar-pilar.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR