Menghapal tanda gambar
Seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat di Malang, Tegas Iman Prasojo (25 tahun) mengamati, sampai di pelosok harapan masyarakat agar hasil Pemilu membawa perbaikan, tetap tinggi.
la mengenal seorang nenek yang sejak jauh hari menghapal tanda gambar pafpol. "Di dinding dapur rumahnya juga tertempel gambar parpol pilihannya," cerita Tegas.
Pengharapan yang tinggi menyebabkan rakyat seolah-olah ingin terlibat dalam penghitungan hasil Pemilu, bahkan sampai larut malam.
Selain di TPS, banyak pula yang mengikuti lewat radio dan televisi. "Bisa dimengerti jika mereka geregetan melihat betapa lambannya penghitungan di KPU."
Kalau sudah demikian, rasanya dana jutaan dolar AS untuk jaringan perangkat penghitung menjadi sia-sia. "Kalau caranya seperti itu sih pakai telepon atau faks juga bisa," Tegas mengutip omongan mahasiswi di sebuah waning Internet.
Yang pantas digarisbawahi, dana yang demikian besar diperoleh lewat bantuan luar negeri. "Apa boleh buat," komentar Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, ahli andrologi, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang juga pengurus Unfrel, salah satu organisasi pemantau Pemilu 1999.
Wimpie mengingatkan, kendati Pemilu 1999 secara umum berlangsung demokratis, kecurangan tetap harus diwaspadai.
Belum lagi kekhawatiran, calon presiden dari partai pemenang belum tentu terpilih karena sistem di MPR tidak otomatis menghasilkan pilihan itu.
"Kekonyolan ini sangat mungkin terjadi."
Tinta dirubung semut
Mengikuti perhitungan suara setelah Pemilu, bagi Wakil Direktur Penunjang Medik dan Pendidikan RSUP Persahabatan Jakarta, dr. Tjandra Yoga Aditama. D.S.P.. DT. & MH., banyak hal penting ditemukan.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR