The Royal Netherlands Marechaussee adalah polisi militer dengan tiga tugas khusus: menjaga keselamatan ratu, menjaga perbatasan dan menangani kasus-kasus penting yang berkaitan dengan negara lain.
Leo mengangguk
Saya masih ingat sekali apa yang terjadi pada waktu itu. Saya memasuki ruangan. Jenazah ada di sebelah kiri saya. Saya tidak mau menengok ke arah jenazah tersebut karena pada detik itu pun hati saya masih menolak kalau yang terbaring itu adalah jenazah Munir.
Saya memandang ke depan ke arah Leo. Saya menatap mata Leo dan saya masih berharap Leo menggeleng. Tapi ternyata Leo mengangguk.
Saya langsung menengok ke kiri, dan betul yang terbaring di tempat tidur itu adalah Munir yang sudah tak bernyawa. Langsung meledak lagi tangis saya.
Baca Juga : Istimewanya Pasukan Indonesia di Mata PBB Bagi Penegakan Perdamaian Dunia
Kedua detektif itu mewawancarai kami berdua. Kami ceritakan lagi tentang apa saja yang kami ketahui tentang Munir. Detektif memutuskan untuk melakukan autopsi untuk pemeriksaan selanjutnya.
Mereka akan memastikan apakah kematian Munir wajar atau tidak. Leo mewanti-wanti agar tidak seorang pun dapat mengakses barang dan dokumen Munir. Detektif berjanji hanya orang-orang tertentu saja yang bisa akses sebelum keluarganya datang.
Jadi pada waktu itu yang bisa akses ke kasus ini selain pihak berwenang adalah kami berdua dan ICCO (lembaga pemberi beasiswa).
(Kepergian Munir ke Belanda adalah untuk melanjutkan studi Strata 2 di Fakultas Hukum Universitas Utrech, atas beasiswa yang diperolehnya dari Interchurch Organization for Development Co-operation (ICCO) atau Organisasi Antargereja untuk Kerja Sama Pembangunan.)
Baca Juga : Makanan Terakhir yang Diminta Napi Sebelum Dihukum Mati, Dari Buah Zaitun Hingga Setumpuk Kotoran
Pada hari itu juga kami sudah memperoleh kepastian bahwa Suciwati, Poengky, Usman Hamid, Ucok, serta salah seorang saudara Munir akan tiba di Schiphol tanggal 9 September 2004 untuk menjemput jenazah.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR