Saya membuat beberapa catatan lain mengenai puluhan surat dari Puteri Wilhelmina yang disimpan Ny Meyer. “Ikan panggang dan sausnya enak sekali. Ikannya lezat, tetapi lain kali saus kabeljauwnya diikutsertakan.
Lain kali jangan terlalu banyak wortel dalam hutspot. Ditambah bawang merah mungkin akan menjadi lebih enak. Saya tidak keberatan kalau ditambah bawang merah.
Malam saya tidak pernah makan daging panas, jadi sebaiknya disajikan masakan dingin. Saya ingin supaya anjing saya diberi masakan bayam segar atau andijvie setiap hari.
la menyodorkan tempat abu pada saya yang bertuliskan : kata-kata yang berarti : “Perkawinan bukan lotere karena tidak ada yang dapat dimenangkan."
Baca Juga : Sudah 'Impor' Narapidana, Penjara Belanda Masih Saja Kosong, 4 Diantaranya Terpaksa Ditutup
la ketawa sepenuh hati waktu ia mengatakan : Saya dulu muda dan cantik. Andaikata tahu kecantikan saya, saya akan lebih memanfaatkannya. Tetapi sayang saya tidak tahu dan karena itu saya kerja dan kerja.
Ia tidak mendapat pensiun dari beberapa tahun masak untuk Puteri karena dalam kontrak kerja tercantum : Gaji akan berjumlah f250 sebulan. Berdasarkan perjanjian kerja ini penerima kerja kelak tidak akan dapat menuntut pensiun.
Tetapi ia sudah puas dengan tunjangan AOW. Almari es dan oven saya tidak punya, tetapi saya sehat kecuali lutut saya.
Tahun yang lalu saya terima 300 gulden dari AOW, ekstra uang liburan. Dari jumlah itu saya membeli tirai baru. Pokoknya saya tidak kekurangan. Andaikata ada saya mau membayar 100 gulden untuk sewa kamar, asal saja tidak usah turun naik.
Atau kalau perlu diluar kota, karena saya mungkin dapat memelihara binatang. Namun saya toh lebih suka andaikata bisa memasakkan orang. Jadi ada orang yang bisa diperhatikan. (Conny Sloysmans dalam De Telegraaf – Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1973).
Baca Juga : Mengharukan, Diadopsi Keluarga Belanda 40 Tahun Lalu, Laki-laki Indonesia Ini Akhirnya Bertemu Ibu Aslinya
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR