Minggu pagi Sukitman dijemput dan segera dihadapkan kepada Pangdam V Jaya yang waktu itu dijabat oleh Mayjen Umar Wirahadikusumah.
Kemudian Sukitman dibawa oleh Mayor Mubardi, ajudan Jenderal A. Yani, ke Jl. Lembang, Jl. Saharjo, dan ke Cijantung.
Di sana Sukitman menghadap Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Sementara laporan Sukitman pun sudah ada di sana.
Bersama pasukan RPKAD Sukitman segera menuju ke lokasi pembantaian.
"Dari Pasar Hek kami harus jalan kaki dan langsung menyebar," kenangnya.
Di lokasi pasukan pemberontak masih banyak berkeliaran. Mereka segera diberi ultimatum, jika tidak menyerah akan segera dihancurkan.
Akhirnya RPKAD dapat menguasai keadaan dan bisa menemukan sumur yang digunakan untuk menyembunyikan jenazah para Pahlawan Revolusi itu.
Sejak hari Minggu, pukul 22.00, Sukitman sudah diambil lagi dan berada di bawah pengawasan Sarwo Edhie.
Sukitman dilarang untuk berbicara apa pun kepada orang lain.
"Karena kelelahan saya tertidur dan tidak tahu dibawa ke mana. Tahu-tahu saya sudah sampai di Jl. Merdeka Timur, melapor, dan menghadap Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Kemudian saya dibawa kembali ke Cijantung," kenang Sukitman.
Hari Senin jenazah para Pahlawan Revolusi berhasil diangkat dari sumur dan segera dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (kini RS Gatot Subroto).
Ternyata tugas Sukitman masih belum selesai sampai di situ, ia dijemput lagi oleh pasukan dari Kodam.
Namun, atas perintah Pangdam V Jaya ia diambil lagi dari Cijantung.
Kemudian ia masih harus dibawa ke Kodam, Jl. Guntur, untuk diperiksa, setelah itu ke markas Cakra.
Baru pada hari Rabu Sukitman dikembalikan.
Tentu saja rekan Sukitman serasa mimpi melihat temannya kembali tanpa kurang suatu apa pun, meskipun sepedanya penuh darah.
Sejarah kadang memang sulit diduga. Sukitman yang sedang menjalankan tugasnya ternyata terseret ke dalam peristiwa besar di republik ini.
Maka jadilah ia seorang saksi sejarah.
Tentu saja Sukitman menerima penghargaan berupa kenaikan pangkat menjadi Agen Polisi Satu.
Bintang Satria Tamtama diperolehnya bertepatan dengan Hari Kepolisian, 1 Juli 1966, dan Bintang Satya Penegak diberikan oleh Presiden Soeharto, tepat pada Hari ABRI, 5 Oktober 1966.
Setiap peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober, di Lubang Buaya, Sukitman merupakan salah satu undangan yang tak terlupakan.
Hal ini sangat membanggakan hatinya, karena ia merasa dihargai oleh pemerintah.
Sukitman, yang kini berpangkat kapten, tidak pernah menganggap dirinya sangat berjasa.
Ia lebih mensyukuri rahmat Tuhan yang dilimpahkan pada dirinya, karena bisa terhindar dari renggutan maut 27 tahun yang lalu.
Baca Juga : Sedang Pidato, Najib Razak Diingatkan Istrinya: 'Jangan Banyak Bicara Nanti Dipanggil Polisi Lagi'
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR