Ini kelihatan dari batu-batu nisan yang miring-miring, retak atau bergelimpangan penuh lumut, tidak dirawat. Dalam salah satu karyanya, Shakespeare menulis:
Baca Juga : Para Arkeolog Menemukan Dapur Williams Shakespeare Gara-gara Tersandung
Kini tibalah waktunya malam turun. Dan makam-makam menganga lebar. Setiap orang mati membiarkan rohnya. Berkeliaran di jalan-jalan kuburan.
Tetapi pohon-pohon di sekitar itu-membuat lingkungan gereja tersebut amat tenang dan tenteram. Halamannya berumput hijau, terpangkas di sana-sini. Jalan masuknya berlapis batu-batu alam yang pipih, rapi dan bersih.
Biar demikian, setiap pengunjung niscaya dapat merasakan apa yang dilukiskan Shakespeare dalam "Romeo and Juliet":
Aku hampir selalu takut berdiri sendirian. Di sini di pekuburan; tapi akan kucoba.
Baca Juga : Shakespeare First Folio yang Langka Ditemukan di Perancis
Gereja itu rupanya masih dipakai sebagai tempat ibadat. Di pintu masuk halamannya terpancang sebuah papan pengumuman tentang jam-jam ibadat.
Melalui pintu samping yang rendah, tua dan berat, kami masuk. Suatu analogi yang sangat berarti, bahwa untuk memasuki rumah Tuhan orang harus membungkuk. Pada daun pintu, ada pemberitahuan yang agaknya ditujukan kepada para pengunjung.
Isinya kira-kira mengatakan bahwa "di sini Anda berada dalam rumah Tuhan, maka hendaknya Anda berlaku secara pantas.'' Di dalam, kecuali bangku-bangku ibadat, dekat pintu ada sederetan tempat penjualan souvenir. Ada penjaganya, seorang lelaki dan seorang wanita.
Seperti kebanyakan gereja-gereja tua, gereja ini pun dihiasi jendela-jendela kaca berwarna, yang sekaligus mencipta suasana khusus.
Baca Juga : Bagai Romeo Sungguhan, Katak Ini Mencari 'Julietnya' di Dunia Maya untuk Melestarikan Spesiesnya
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR