Intisari-online.com - Bagi mayarakat Jawa khususnya, pasti sudah tidak asing dengan istilah malam satu suro.
Sebuah malam yang menandai pergantian tahun baru Islam dan dirayakan oleh masyarakat Jawa dengan tradisi mereka.
Perayaan ini adalah ritual yang dirayakan setahun sekali oleh masyarakat Jawa, dan setiap daerah memiliki caranya masing-masing.
Tradisi semacam ini paling kental dirayakan oleh Keraton Surakarta dan Keraton Jogjakarta.
Baca Juga : Mengintip Kemewahan Jet Pribadi Vladimir Putin, Harganya Capai Rp7,2 Triliun
Misalnya di keraton Yogyakarta ada arak-arakan dengan membawa tumpeng mengelilingi keraton.
Sedangkan di keraton Surakarta yang melakukan arak-arakan dengan kebo bule, hewan sakral yang konon merupakan jelmaan Kyai Slamet.
Melihat dari sejarah dan asal-usulnya, sebenarnya tradisi ini bermula saat zaman Sultan Agung berinisiatif memperluas ajaran Islam.
Sekitar tahun 1613 hingga 1645, saat itu masyarakat Jawa lebih mengikuti penanggalan tahun Saka yang diwarisi tradisi Hindu.
Baca Juga : Gendang Telinga Pria ini Pecah Setelah Dicium Pacarnya: 3 Hal ini Jadi Penyebab Pecahnya Gendang Telinga
Lalu untuk memadukan pemahaman masyarakat dan ajaran Islam Sultan Agung dipilihlah malam 1 Muharram sebagai tahun baru Jawa.
Untuk itulah mengapa setiap malam 1 Suro selalu dirayakan dengan meriah oleh mayarakat Jawa.
Namun, lebih dari itu, pada malam dan bulan suro juga kental dengan nuansa mistik dan dianggap sakral, sehingga banyak pantangan yang dilarang dilakukan masyarakat Jawa.
Source | : | berbagai sumber |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR